Jumat, 3 Oktober 2025

Menkumham Yasonna Beri Jaminan, Pelaksana Perppu Corona Tak Kebal Hukum

Yasonna menjamin, pelaksana Perppu yang melakukan tindak pidana tetap dapat ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Tribunnews.com/Taufik Ismail
Menkumham Yasonna H Laoly. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly memastikan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, tidak otomatis menghilangkan delik korupsi atas pejabat pemerintah pelaksana perppu.

Yasonna menjamin, pelaksana Perppu yang melakukan tindak pidana tetap dapat ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Diketahui, sejumlah kalangan, terutama pegiat antikorupsi mengkritik Pasal 27 Perppu yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada hari ini.

Pasal 27 ayat 1 Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tertulis biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan Perppu mengenai pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian keuangan negara.

Baca: Kurangi PHK, Pemerintah Bolehkan Warga Usia di Bawah 45 Tahun Beraktivitas Lagi

Sementara Ayat 2 pasal itu memberikan imunitas bagi pejabat pemerintah pelaksana Perppu dan Ayat 3 berbunyi segala tindakan yang diambil berdasarkan Perppu bukanlah obyek gugatan yang bisa diajukan ke pengadilan tata usaha negara.

Baca: Anies Terbitkan Pergub Sanksi: Kendaraan Langgar Ketentuan PSBB Siap-siap Diderek

Yasonna mengatakan, Pasal 27 Perppu tersebut hanya memberikan jaminan kepada pelaksana Perppu agar tidak ragu mengambil keputusan.

Hal ini mengingat pandemi corona yang sedang terjadi membutuhkan keputusan yang cepat.

"Tidak ada istilah kebal hukum bagi pihak-pihak yang menjadi pelaksana perppu ini. Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana perppu tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat ini memerlukan keputusan yang cepat," kata Yasonna dalam keterangannya, Selasa (12/5/2020).

Yasonna mengingatkan pandemi corona telah ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam.

Dengan demikian, pelaku korupsi terhadap anggaran penanganan corona dapat diproses berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Apalagi, Pasal 2 UU Tipikor menegaskan, korupsi saat bencana dapat dijatuhi hukuman mati.

“Jangan lupa bahwa Presiden telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Karena itu, korupsi terhadap dana anggaran Covid-19 dapat ditindak sesuai Pasal 2 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor yang menetapkan bahwa korupsi di kala bencana bisa dijatuhi hukuman mati,” tegasnya.

Yasonna menekankan dengan atau tanpa Pasal 27 Perppu, tidak ada istilah kebal hukum bagi pelaku korupsi.

Ditegaskan, koruptor harus tetap diproses secara hukum.

"Ada atau tidak ada pasal 27, tidak ada yang namanya kebal hukum bila terjadi korupsi. Bila ditemui bukti adanya keputusan yang dibuat sengaja menguntungkan diri atau kelompoknya, tetap akan diproses di pengadilan dan ditindak secara hukum," katanya.

Yasonna menjelaskan, klausul tidak dapat dituntut seperti di dalam Perppu No 1 Tahun 2020 bukan hal baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Klausul ini, katanya pernah diatur dalam UU Pengampunan Pajak, UU Bank Indonesia, UU Ombudsman, UU Advokat, dan UU MD3.

"Bahkan beberapa pasal di KUHP juga mengatur tentang sejumlah perbuatan yang tidak dipidana," katanya.

Selain itu, Yasonna menyebut Perppu No. 1 Tahun 2020 diterbitkan dengan mempertimbangkan kondisi yang genting dan memaksa.

Menurutnya, pemerintah perlu segera mengambil tindakan penting dan butuh dana besar yang mencapai Rp405,1 triliun untuk menanggulangi pandemi corona.

Anggaran ini, kata Yasonna sebelumnya tidak ada di dalam APBN 2020, namun pandemi Covid-19 memaksa pemerintah untuk menyediakannya dengan cepat.

Untuk itu, perlu diterbitkan Perppu sebagai payung hukum bagi penyediaan anggaran tersebut.

"Justru keliru bila anggaran ini langsung dikeluarkan tanpa adanya dasar hukum. Karena itulah perppu ini harus ada, untuk memastikan pengambil keputusan tidak khawatir dan tetap dipagari agar tidak bisa korupsi. Semua ini dilakukan dengan pertimbangan kepentingan rakyat, bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBD untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun.

Total anggaran tersebut dialokasikan sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp75 trilun untuk belanja bidang kesehatan, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Di sisi lain, Yasonna membantah anggapan bahwa perppu mengabaikan hak anggaran yang dimiliki oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurutnya, Perppu tetap harus melalui persetujuan DPR sebelum ditetapkan menjadi UU.

"Saya justru mengapresiasi DPR yang sepaham dengan pemerintah untuk melihat Corona ini sebagai bencana dan setuju bahwa ada kebijakan membantu rakyat yang mesti ditempuh pemerintah. Semangatnya sama, yakni untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara cepat," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved