Virus Corona
Komnas HAM Catat Potensi Pelanggaran HAM oleh Oknum Kepolisian dalam Masa Pandemi Covid-19
Beka mengatakan potensi tersebut tampak khususnya terkait hak kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran serta prinsip-prinsip demokrasi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) mencatat sekurangnya terdapat potensi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum Kepolisian dalam masa pandemi covid-19 di seluruh Indonesia.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan potensi tersebut tampak khususnya terkait hak kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran serta prinsip-prinsip demokrasi.
"Komnas HAM masih mencatat adanya beberapa peristiwa yang berpotensi melanggar HAM. Untuk itu, Komnas HAM mengimbau agar jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tetap memedomani Norma HAM dalam bertindak di masa pandemi COVID-19," kata Beka ketika dikonfirmasi pada Selasa (28/4/2020).
Baca: Cek Titik Penyekatan di Bekasi hingga Perbatasan Karawang, Kakorlantas : Sudah Efektif
Baca: Embraer Tuding Boeing Mau Kabur dari Kesepakatan Merger Senilai 4 Miliar Dolar AS
Beka mengatakan, setidaknya terdapat sejumlah peristiwa yang tersebar di beberapa wilayah misalnya terkait dengan penggunaan kekuatan berlebih oleh oknum anggota Polri, tindak kekerasan, dan pembatasan hak
dengan ancaman.
"Penahanan yang diduga sewenang-wenang, dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap sejumlah orang saat penerapan PSBB diantaranya penggunaan kekerasan terhadap korban yang menyebabkan luka-luka di Manggarai Barat, NTT, saat diamankan oleh petugas di tengah pandemi COVID-19," kata Beka.
Selain itu menurutnya juga terdapat peristiwa lain yakni pembubaran rapat solidaritas korban terdampak COVID-19
WALHI di Yogyakarta, pendataan aktivis kemanusiaan Jogja, dan penahanan tiga aktivis Kamisan Malang dengan alasan aksi melawan kapitalisme
"Ada pula dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap salah seorang seorang peneliti kebijakan publik dengan alasan menyebarkan pesan yang mengajak orang lain melakukan tindak kekerasan," kata Beka.
Beka mengatakan, berdasarkan peristiwa tersebut Komnas HAM mengapresiasi dan mendukung proses penegakan hukum oleh POLRI dengan sejumlah catatan antara lain bahwa negara memiliki kewajiban dalam melindungi, menghormati dan memenuhi HAM sebagaimana mandat dan jaminan dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan terkait lainnya.
Bahwa hak-hak sipil dan politik merupakan hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara.
Bahwa hak atas kebebasan pribadi dijamin dalam ketentuan Pasal 20 sampai 27 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Salah satu indikator hak atas kebebasan pribadi adalah kebebasan berpendapat yang merupakan hak setiap individu yang dijamin dalam konstitusi," kata Beka.
Bahwa untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu dijamin dalam peraturan perundang-undangan, mulai dari mencari, menerima, dan memberikan informasi dan ide apapun.
Hal itu termasuk kebebasan untuk mencari dan menerima informasi dan ide tersebut tanpa memperhatikan medianya dan dalam bentuk apapun sesuai dengan pilihannya.
Bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut diduga sebagai ekses dari digunakannya hak atas kebebasan pribadi, khususnya hak atas berekspresi dan berpendapat seseorang atau sekelompok orang terhadap kebijakan yang muncul di masyarakat.
"Bahwa segala bentuk atau penggunaan kekerasan atau upaya paksa harus dilakukan dengan merujuk pada prinsip nesesitas, proporsionalitas dan profesionalitas dalam rangka perlindungan Hak Memperoleh Keadilan dan Hak untuk Hidup seseorang yang dijamin dalam Pasal 17 dan Pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Beka.