Minggu, 5 Oktober 2025

Bisa Dibuka Kembali, 36 Kasus Dugaan Korupsi yang Dihentikan KPK Sebagian Besar Melalui Penyadapan

Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menghentikan penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi, menuai polemik di kalangan masyarakat.

Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Komisioner KPK Alexander Marwata di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (5/2/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menghentikan penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi, menuai polemik di kalangan masyarakat.

Namun, 36 kasus itu dapat dibuka kembali, jika ditemukan bukti dan petunjuk baru atau ada laporan baru dari masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (21/2/2020).

"Ini ibaratnya itu, oke lah sementara kita simpan dulu, kita file proses penyelidikan tetapi nanti kalau ada laporan masyarakat masuk lagi, masih berkaitan dengan proses penyelidikan, ya kita buka lagi," kata Alexander, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Meski penghentian tetap dilakukan, pimpinan KPK akan mengevaluasi kasus-kasus yang masih diselidiki.

Mengingat, ada 366 berkas penyelidikan yang menumpuk di KPK dan menunggu kepasitan hukum.

"Tidak menutup kemungkinan ada surat penyelidikan yang akan kita hentikan. Ini untuk memberikan kepastian hukum dan mengurangi beban penyidik, kita minta terus lakukan evaluasi," jelas Alex.

Baca: ICW Bandingkan Era Firli Cs dengan Pimpinan KPK Sebelumnya

Baca: KPK Hentikan 36 Perkara di Tahap Penyelidikan Tanpa Sepengetahuan Dewan Pengawas

Ia mengatakan, informasi yang didapat dari 36 kasus yang dihentikan itu, bisa digunakan untuk mencegah korupsi.

"Ketika kita mendapat percakapan yang terkait dengan OTT, ya kita sampaikan ke inspektoratnya supaya ditindaklanjuti."

"Jadi penindakan itu tidak serta merta harus berakhir di ruang sidang sanksinya penjara," imbuh Alex.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (16/12/2019).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (16/12/2019). (Tribunnews.com/ Theresia Felisiani)

Menurut Alex, 36 kasus yang dihentikan tersebut sebagian besar berkaitan dengan suap.

"Sebagian besar obyeknya berkaitan dengan suap. Suap itu terkait dengan pengadaan barang dan jasa, terkait dengan pengurusan perkara, ada di sana terkait dengan jual-beli jabatan," ungkapnya, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Ia menyampaikan, kasus tersebut merupakan kasus yang penyelidikannya dilakukan secara tertutup.

Artinya, penyelidikan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, misalnya melalui penyadapan.

Penyadapan yang tidak membuahkan hasil itu, karena tidak menemukan bukti permulaan adanya dugaan kasus korupsi.

"Ada yang kita sadap sampai enam bulan, satu tahun, blank enggak ada apa-apanya."

"Kita teruskan enggak mungkin juga, apalagi kegiatan itu sudah terjadi, sudah lewat, itu sebagian besar seperti itu," jelasnya.

Baca: KPK Hentikan Penyelidikan 36 Kasus, Menko Polhukam Mahfud MD Tak Mau Berkomentar: Bukan Bawahan Saya

Baca: Arsul Sani Soroti Penghentian Penyelidikan 36 Perkara KPK: Bukti Tidak Cukup, Ya Wajar Dihentikan

Alex mengungkapkan, beberapa penyelidikan yang dihentikan adalah penyelidikan yang dimulai di era kepemimpinan Abraham Samad dan Busyro Muqqodas.

"Sampai sekarang penyelidik tidak menemukan bukti yang cukup."

"Dulu kan di Undang-undang KPK setidak-tidaknya ada dua bukti yang cukup sehingga perkara kita bisa proses ke penyidikan," imbuh Alex.

Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menduga, kasus-kasus yang dihentikan oleh KPK tersebut, terkait korupsi yang melibatkan kepala daerah, aparat penegak hukum, hingga anggota legislatif.

"Kasus yang dihentikan oleh KPK diduga berkaitan dengan korupsi yang melibatkan aktor penting," ujar Wana, dikutip dari Wartakotalive.com, Jumat (21/2/2020).

"Seperti kepala daerah, aparat penegak hukum, dan anggota legislatif," ungkapnya.

Ia kemudian mengingatkan, pimpinan KPK agar tak melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dalam memutuskan penghentian perkara.

Mengingat, Ketua KPK Firli Bahuri merupakan polisi aktif.

Baca: KPK Hentikan 36 Perkara, Fahri Hamzah: Seperti Bangkai yang Tiba-tiba Dibuang

Baca: Kritik Eks Ketua KPK kepada Firli Bahuri Setop 36 Perkara: Di Luar Kewajaran

ICW khawatir status Firli tersebut  menimbulkan konflik kepentingan saat menghentikan kasus tersebut.

Wana lalu memertanyakan, apakah penyetopan 36 perkara tersebut sudah melalui mekanisme gelar perkara.

"Proses penghentian perkara di ranah penyelidikan mestinya melalui gelar perkara."

"Yang mana melibatkan setiap unsur, mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum."

"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" tanya Wana.

(Tribunnews.com/Nuryanti/Wartakotalive.com) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved