Jumat, 3 Oktober 2025

Disebut Tak Becus Cokok Nurhadi, KPK Bilang Itu Ngawur

Haris sempat menyatakan KPK tidak berani mencokok eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang berstatus buron.

Editor: Johnson Simanjuntak
satukedai.com
Lili Pintauli Siregar 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar merespons pernyataan Direktur Lokataru Haris Azhar.

Haris sempat menyatakan KPK tidak berani mencokok eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang berstatus buron.

"Mana lah lembaga penegak hukum tak berani tangkap, wah ngawur lah, namanya KPK tetap mengupayakan. Tapi kan ada hal yang tidak bisa disampaikan ke publik, misal cara-caranya. Langkah secara umum sudah disampaikan, tapi langkah hukum sudah dilakukan dan ada keluar DPO," ujar Lili saat dimintai konfirmasi, Kamis (20/2/2020).

Lili juga sudah mendengar informasi yang mengatakan Nurhadi ada di Jakarta. Informasi itu sebelumnya datang dari Masyarakat Sipil Anti Korupsi (MAKI).

Baca: Haris Azhar Sebut Buron KPK Nurhadi Ada di Apartemen Mewah Jakarta, Dikawal Super Ketat

MAKI diketahui menggelar sayembara berhadiah dua iPhone 11 bagi masyarakat yang bisa melacak keberadaan buronan kasus korupsi Rp46 miliar itu. Kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, informannya melapor Nurhadi ada di apartemen mewah SCBD, Jakarta Selatan.

"Informasi tersebut juga sudah diolah tim KPK untuk melakukan pencarian. Usaha terus dilakukan tim KPK. Jika sekarang belum berhasil tapi tetap tidak berhenti (mencari)," kata Lili.

Dalam perkara kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA tahun 2011-2016, KPK menetapkan eks Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. KPK belum melakukan penahanan terhadap ketiganya.

Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.

Baca: Hakim PN Jakarta Selatan Tolak Praperadilan Nurhadi

Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA. Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).

Kemudian, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp33,1 miliar.

Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.

Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam perjalanan kasus ini, KPK kemudian memasukkan tiga tersangka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Status DPO itu diberikan karena sebelumnya tiga tersangka itu mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka sebanyak dua kali.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved