Riset INSIS: Politisi Milenial di DPR Belum Banyak Mewarnai Pemberitaan di Media
"Ada sembilan politikus milenial yang dikutip namanya sebagai narasumber di 42 tema publikasi,” sebut peneliti INSIS Wildan Hakim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 307 anggota DPR RI terpantau mewarnai ruang opini publik di media massa selama rentang Oktober-Desember 2019. Politisi muda dengan usia 31-40 tahun paling dominan mewarnai pemberitaan media dari gedung Parlemen ketimbang anggota parlemen di usia lebih muda, 21-30 tahun.
Riset media monitoring yang dilakukan Institut Riset Indonesia (INSIS) menyebutkan, ada 32 politisi muda yang mewarnai pemberitaan di enam media massa yang dijadikan unit analisis. Sementara itu, ada sembilan politisi milenial yang dikutip sebagai narasumber di media.
“Politisi berusia 31 hingga 40 tahun ini dikutip sebagai narasumber di 533 tema publikasi. Sementara itu ada sembilan politikus milenial yang dikutip namanya sebagai narasumber di 42 tema publikasi,” sebut peneliti INSIS Wildan Hakim dalam keterangan pers tertulis.
Di kategori politisi muda, politisi Andre Rosiade dan Achmad Baidowi mendominasi pemberitaan di media massa. Andre Rosiade menurut riset ini 138 kali muncul di pemberitaan media massa. Sedangkan politisi PPP itu muncul 128 kali.
Berikutnya adalah Saleh Partaonan Daulay dari PAN dikutip sebanyak 36 kali di media disusul Mulan Jameela sebanyak 32 kali.
“Kemunculan istri musisi Ahmad Dani sebagai narasumber berita ini tidak bisa dilepaskan dari faktor profesinya sebagai penyanyi dan juga selebriti,” sebut Wildan Hakim.
Politisi milenial seperti Hillary Brigita Lasut dari Partai Nasdem menjadi sosok yang paling banyak disebut dalam pemberitaan media, sebanyak 21 kali, disusul Dyah Roro Esti Widya Puteri dari Partai Golkar sebanyak lima kali.
Kemudian, Puteri Anetta Komaruddin dari Partai Golkar, Arkanata Akram dari Partai Nasdem, dan Farah Puteri Nahlia dari PAN hanya muncul tiga kali dalam pemberitaan.
Baca: Jenuh Berpolitik, Wanda Hamidah Kembali ke Akting
Wildan mengatakan, dari pendataan media massa ini INSIS ingin membuktikan bahwa komunikasi politik para politikus milenial belum menunjukkan tren positif. Kemampuan politikus milenial dalam merespon isu yang kemudian dijadikan materi berita di media massa masih perlu diasah.
Baca: Politikus PAN Ingatkan DPR Soal Pemburu Rente Dalam RUU Omnibus Law
Dari topik yang diulas, tema amandemen UUD 1945 menjadi isu politik yang paling banyak diberitakan, mencapai 326 kali,. disusul isu Musyawarah Nasional Partai Golkar sebanyak 199 kali serta perebutan kursi pimpinan MPR sebanyak 164 kali.
“Yang menarik, berita seputar permintaan kepada Menteri Agama Fachrul Razi untuk tidak mengomentari isu-isu seputar hukum Islam berada di urutan keempat. Sepanjang Oktober hingga Desember 2019 lalu, isu seputar peran Kementerian Agama ini muncul 113 kali dalam pemberitaan,” sebutnya.
Wildan menyatakan, riset ini menggunakan tehnik media monitoring dengan enam media massa yang dijadikan basis data riset. Rinciannya, empat media cetak dan 2 media online, yakni Kompas, Koran Tempo, Koran Sindo, Rakyat Merdeka, Tibunnews.com dan Detik.com.
Data yang dicuplik adalah pemberitaan yang memuat nama dan tema anggota DPR. Waktu pengerjaan 1 Oktober hingga 30 Desember 2019. Penelitian dan analisis selanjutnya difokuskan pada lima aspek yakni frekuensi artikel, tema artikel, narasumber artikel, tanggal publikasi dan media.
Menurut Wildan, para anggota parlemen yang belum muncul ke publik ini bisa saja berkilah dengan mengatakan bahwa mereka berkomunikasi melalui media sosial atau lebih banyak muncul di televisi.
"Keenam media massa yang dijadikan unit analisis oleh INSIS merupakan media massa besar yang kredibilitasnya sudah teruji," ujarnya.
Dia juga menyatakan, kemunculan anggota DPR sebagai narasumber di enam media massa tersebut bisa dimaknai sebagai bukti keaktifan mereka di panggung politik nasional.
“Khusus untuk politikus milenial, mereka dituntut memahami dan merespon lebih cepat setiap isu yang berkaitan dengan posisinya di masing-masing komisi. Isu-isu nasional, isu komisi, dan isu yang berkaitan dengan momentum harus segera dikuasai agar nantinya bisa diartikulasikan ke media massa," ujarnya.
Peneliti INSIS lainnya, Dian Permata mengatakan, keberadaan media massa dan anggota DPR tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling memengaruhi dan saling membutuhkan satu sama lain.
Anggota DPR memerlukan media massa untuk mengintervensi agenda politik mereka kepada pemerintah. Sebaliknya, media massa memerlukan anggota DPR untuk menyampaikan agenda publik yang sedang ramai diperbincangkan.
“Titik singgungnya di situ. Keduanya saling membutuhkan. Karena keduanya memiliki agenda setting masing-masing. Terlebih lagi jika berkaitan dengan tupoksi anggota DPR di sisi pengawasan pemerintah,” ujar Dian Permata
Riset berbasis media monitoring yang dilakukan INSIS, jelas Dian, memudahkan para elit partai politik dan konstituen dalam mengawasi atau memitigasi setiap isu atau agenda publik yang dibahas di ruang sidang DPR.
Hl ini dilatarbelakangi dengan status melekat yang menempel pada anggota DPR. Pertama, sebagai representasi dan citra kelembagaan partai politik. Kedua, wakil dari daerah pemilihan masing-masing.