Sabtu, 4 Oktober 2025

Imlek 2020

Gus Dur, Kemeriahan Imlek dan Gelar Bapak Tionghoa Indonesia

Gus Dur memiliki andil cukup besar hingga akhirnya etnis Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek secara bebas.

Editor: Johnson Simanjuntak
KOMPAS.com / Agus Susanto
Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, berperan besar dibalik kemeriahan Tahun Baru Imlek di Indonesia selama ini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  -- Perayaan Tahun Baru Imlek yang juga dikenal sebagai Tahun Baru China 2571 tak lepas dari sosok Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Gus Dur memiliki andil cukup besar hingga akhirnya etnis Tionghoa di Indonesia dapat merayakan Imlek secara bebas.

Sebab pada era Orde Baru, di bawah kepemimpiman Presiden Soeharto, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka.

Larangan itu tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan agar etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat "tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga."

Baca: 5 Fakta Unik Ikan Dewa yang Diburu Tiap Jelang Imlek: Kepala Mirip Ikan Mas, Badan Seperti Arwana

Sementara itu, kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung. Imlek dan Cap Go Meh kemudian masuk dalam kategori tersebut.

Dalam artikel Kompas.com berjudul "Peran Gus Dur di Balik Kemeriahan Imlek..." yang diterbitkan pada 30 Januari 2017 lalu, dijelaskan Gus Dur termasuk sosok yang tidak suka diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.

Dia juga orang pertama yang menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur menyudahi satu permasalah diskriminasi pada etnis Tionghoa hingga akhirnya mereka bisa merayakan Imlek secara bebas dan terbuka.

Baca: Diburu Menjelang Imlek: Ikan Dewa Namanya, Harganya Bisa Tembus Rp 1 Juta Per Kilo

Keppres tersebut mematahkan aturan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dilansir dari harian Kompas, Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi Tanuwibowo masih ingat kejadian yang melatarbelakangi pencabutan inpres tersebut. Prosesnya terbilang cepat, malah membuat Budi kaget dengan sikap Gus Dur itu.

"Waktu itu, kami ngobrol sambil berjalan mengelilingi Istana. Gus Dur lalu bilang, oke, Imlek digelar dua kali, di Jakarta dan Surabaya untuk Cap Go Meh. Kaget juga saya," kata Budi, dikutip dari harian Kompas yang terbit 7 Februari 2016.

Baca: Resep Makanan saat Imlek yang Mudah Dimasak: Capcay Tahu Goreng hingga Ayam Goreng Lada Garam

Rencana perayaan Imlek dan Cap Go Meh itu tentu saja terhambat Inpres Nomor 14/1967 yang saat itu masih berlaku.

Namun, dengan spontan, Gus Dur berkata, "Gampang, inpres saya cabut."

Pencabutan pun dilakukan dengan penerbitan Keppres Nomor 6/2000.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved