Laut Natuna Diklaim China
China Klaim Natuna: PKS Minta Jokowi Satukan Pendapat Menteri hingga Mahfud MD Sebut Tak akan Perang
Sejumlah tokoh politik dan para menteri kabinet Indonesia maju menyampaikan harapannya demi penyelesaian persoalan di Perairan Natuna atas klaim China
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah tokoh politik dan para menteri kabinet Indonesia maju menyampaikan harapannya demi penyelesaian persoalan di Perairan Natuna terkait klaim China.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman meminta Presiden Joko Widodo menyatukan pendapat para menteri dalam merespon konflik di Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Sementara, menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jimly Asshidiqie menilai, klaim China soal perairan Natuna hanya karena alasan psikologis dan romantisme sejarah.
Lalu, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menginginkan peranan Badan Keamanan Laut ( Bakamla) lebih kuat melalui omnibus law keamanan laut.
Terakhir, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan meningkatkan patroli di perairan Laut Natuna setelah kapal China masuk dalam wilayah Republik Indonesia.

Berikut keterangan lebih lanjut dari keempat tokoh diatas:
Presiden PKS Sohibul Iman
Sohibul Iman menilai pendapat yang beragam dari menteri-menteri Jokowi dapat melemahkan posisi Indonesia.
Sehingga ia meminta Presiden Jokowi bisa menyatukan pendapat dari para menterinya di kabinet Indonesia maju.
Alasannya, Sohibul Iman khawatir pihak luar akan senang melihat perbedaan pendapat antara menteri ini.
"Kita minta Pak Jokowi benar-benar menyatukan pendapat di kalangan para pejabatnya."
"Jangan dibiarkan pendapat ini beragam, karena akan melemahkan kita, dari sisi pihak luar mereka akan sangat enjoy melihat di antara pejabat sendiri berbeda pendapat," kata Sohibul di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Senin (6/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
Kemudian, Sohibul meminta Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto menyikapi konflik Natuna.
Ia ingin Prabowo bisa sesuai pernyataan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi yang tegas menyatakan memperketat penjagaan dan menolak klaim China atas Perairan Natuna.
"Ikuti saja seperti yang disampaikan ibu Retno. Jelas, ibu Retno pesannya jelas, diksi yang dipakai juga bagus," katanya.
"Jadi kalau diksinya dia sahabat, jangan dibesar-besarkan, itu enggak ada ketegasan sama sekali, walau kemudian alasan ini adalah bagian dari diplomasi," ujar Sohibul Iman.

Sohibul berharap, menteri-menteri Jokowi lebih tegas dalam menghadapi masalah kedaulatan bangsa.
PKS tak ingin permasalahkan kedaulatan dikaitkan dengan persoalan investasi.
"Kedua janganlah mengait-ngaitkan kedaulatan dengan persoalan investasi."
"Itu dua hal yang sangat jauh sekali. Investasi kita butuhkan, tapi kalau itu kemudian mengorbankan kedaulatan, buat apa investasi," ujar Sohibul Iman.
DPD RI
Anggota DPD RI, Jimly Asshidiqie mengatakan, sebaiknya nama Laut China Selatan yang menjadi letak geografis Pulau Natuna dan pulau lainnya diganti agar tak lagi menimbulkan masalah yang sama di kemudian hari.
Ia menyebut nama Laut China Selatan yang sama dengan nama negara China harus diganti.
"Karena dia merasa itu bagian dari wilayah dia. Namanya sekarang Laut China Selatan. Makanya kita ganti nama itu," kata Jimly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
"Sebaiknya namanya Laut Asia Tenggara saja. Jangan Laut China Selatan," jelasnya.

Diketahui, perairan yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka turut dinamai Laut China Selatan.
Sehingga, Ia pun mengapresiasi sikap pemerintah melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang secara tegas menyampaikan keberatan atas keberadaan kapal-kapal China di perairan Natuna.
Menurut Jimly, wilayah perairan Natuna yang diklaim China itu jelas masih dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Luhut Binsar Panjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menginginkan peranan Badan Keamanan Laut (Bakamla) lebih kuat melalui omnibus law keamanan laut.
Alasannya, ia dan Mahfud MD ingin penyelesaian persoalan ini bisa cepat.
"Saya bicara sama Pak Mahfud, supaya segerakan omnibus itu selesai agar nanti Bakamla itu betul-betul menjadi coast guard yang benar. Supaya perannya kuat," kata Luhut usai bertemu Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Medan Merdeka Barat, Senin (6/1/2020), dikutip dari Kompas.com.

Menurut Luhut, jika Bakamla tidak kuat maka hal-hal seperti penempatan kapal perang di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seperti Natuna akan menjadi aneh.
Meski tak dijelaskan bagaimana aneh yang dimaksudnya, akan tetapi Luhut memastikan bahwa omnibus law keamanan laut ditujukan untuk memperkuat Bakamla.
Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan meningkatkan patroli di perairan Laut Natuna setelah masuknya kapal China.
Namun, Mahfud menyebut peningkatan patroli itu bukan untuk berperang.
"Kami sekali lagi enggak mau perang karena tidak ada konflik di situ (Natuna). Jadi untuk apa perang? Kami meningkatkan proporsionalitas patroli saja," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/1/2020), dikutip dari Kompas.com.

Mahfud mengatakan, pemerintah akan selalu menjaga kedaulatan Republik Indonesia.
Menurutnya, peningkatan patroli di wilayah perairan Natuna itu juga merupakan bagian dalam mempertahankan kedaulatan wilayah.
"Itu sudah hak sah kita tidak ada nego. Yang lain jalan terus. Kan hubungan kita dengan China baik," ujarnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari/Tsarina Maharani/Deti Mega Purnamasari/Ihsanuddin)