Pakar: Sangat tak Etis dan Kasar, ICW Sebut Jokowi Sponsor Kehancuran KPK
Sebelumnya, ICW menilai tahun ini adalah tahun kehancuran KPK yang disponsori Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Pakar tindak pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyesalkan pilihan kata yang digunakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk menyampaikan hasil amatannya terhadap kondisi KPK dewasa ini.
Sebelumnya, ICW menilai tahun ini adalah tahun kehancuran KPK yang disponsori Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR.
"Pemilihan kata-katanya juga sangat tidak etis cenderung kasar. Terlebih lagi dia sebutkan Presiden sponsor kehancuran KPK. Sungguh keterlaluan dan keblinger merasa benar sendiri, paling tahu, sok paling suci," ujar mantan Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner KPK ini kepada Tribunnews.com, Senin (30/12/2019).
Menurut dia, tidak pantas mengatakan Presiden seperti demikian.
Baca: Begini Respon Polri Ketika Novel Baswedan Sebut Tidak Ada Masalah Pribadi dengan Tersangka
Baca: Minta Masyarakat Terus Kawal Kasus Novel Baswedan, Presiden Jokowi: Jangan Ada Spekulasi Negatif
Baca: Menpora Sebut Pemilihan Pelatih Timnas Indonesia Sesuai Arahan Presiden
Pun saat menuduh Komisioner yang belum bekerja sebagai yang terburuk.
Hal ini menurut dia, akan makin membuat penilaian publik berkurang terhadap ICW.
"Mungkin ICW bangga dengan pilihan kata-katanya itu yang bisa menyakiti pihak lain. Saya juga berpikir begitu porsi LSM antikorupsi , membabi buta mengata-katai seenaknya seolah dia boleh bilang apa saja pada siapa saja yang bukan di pihaknya," jelas Yenti.
Ia pun memberikan catatan pentig untuk KPK dalam menanggapi kritik ICW.
Dia menyarankan, KPK fokus saja bekerja , tidak perlu menghabiskan energi untuk menanggapi ICW. Karena terbukti kritik ICW itu juga tidak konstruktif.
"Fokus saja bekerja. Kasus-kasus yang selama ini belum selesai segera tuntaskan. Audit semua kasus yang pernah ditangani tapi belum selesai dan tuntaskan," jelasnya.
Dalam Hal penegakan terhadap tersangka / terdakwa korupsi, dia meminta KPK untuk tidak segan-segan menerapkan TPPU sejak awal.
"Kemudian lacak aliran dananya agar bila dalam persidangan terbukti melakukan korupsi kita tidak hanya mendapatkan narapidana saja tapi juga rampas semua uang hasil korupsinya dan kembalikan ke negara," ucapnya.
Selain itu kata dia, KPK mesti mengembangkan upaya pencegahan seoptimal mungkin supaya orang tidak berani korupsi dan tidak busa korupsi.
"Terakhir bangun sinergikan dengan penegak hukum lain sesuai amanat undang undang serta benahi ke arah yang lebih baik tentang tata kelola kelembagaan KPK. Intinya selamat bekerja keras , penuh integritas dan buktikan bahwa KPK bisa bekerja dengan baik dan berhasil guna," tegasnya.
Sebelumnya ICW merilis Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, 2019 ini merupakan tahun terburuk bagi pemberantasan korupsi.
Dirinya menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR menjadi sponsor kehancuran KPK pada tahun ini.
"Kita menilai ini tahun paling buruk bagi pemberantasan korupsi, ini tahun kehancuran bagi KPK yang benar-benar disponsori langsung oleh Presiden Joko Widodo dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang," ujar Kurnia di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (29/12/2019).
Kurnia beralasan bahwa pemerintah dan DPR telah meloloskan pimpinan KPK yang dinilainya bermasalah. Menurut Kurnia, KPK saat ini memiliki para pimpinan yang terburuk sepanjang sejarah.
Dirinya mempermasalahkan proses seleksi para pimpinan KPK yang menurutnya tidak mencerminkan nilai integritas.
"Istana dan DPR berhasil meloloskan lima figur pimpinan KPK yang kita nilai paling buruk sepanjang sejarah KPK," tutur Kurnia.
Kurnia menilai sosok Ketua KPK Firli Bahuri juga bermasalah karena menjadi terduga pelanggar kode etik.
"Terkait dengan rekam jejak, istana san DPR berhasil untuk meloloskan figur terduga pelanggar kode etik, bahkan orang itu sekarang duduk menjadi ketua KPK," pungkas Kurnia.(*)