Tarif Listrik 900 VA Batal Dinaikkan, Pemerintah Berkomitmen Jaga Kestabilan: Belum Diperlukan
Pemerintah membatalkan kenaikan tarif listrik per 1 Januari 2020 bagi pelanggan listrik golongan 900 Volt Ampere (VA),
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membagikan kabar baik untuk masyarakat.
Bagi pelanggan listrik golongan 900 Volt Ampere (VA), pemerintah membatalkan kenaikan tarif listrik per 1 Januari 2020.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif.
"Belum ada kenaikan. Kami jaga kestabilan dulu," kata Arifin yang Tribunnews kutip melalui Kompas.com dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/12/2019).
Mengenai hal itu, pemerintah menilai penyesuaian tarif PLN belum diperlukan.
Diketahui, PT PLN (Persero) telah mengajukan permohonan penyesuaian kepada Kementerian ESDM.
Arifin menegaskan pihaknya masih melakukan pendataan lebih detail.
Tindakan tersebut dilakukan untuk menghindari salah sasaran.
"Kami masih melakukan pendataan yang lebih detail supaya tidak salah sasaran. Sampai PLN siapkan dengan data-datanya. Kan harus lewat banyak lembaga ini?," tambahnya.
Berdasarkan data PLN per 31 Oktober 2019, jumlah pelanggan 900 VA - RTM tercatat sebanyak 22,1 juta.
Jumlah pelanggan diproyeksikan naik sekira 24,4 juta.
Tarif listrik golongan 900 VA - RTM tersebut bersubsidi dan dikenakan Rp 1.352 per kilo Watt hour (kWh).
Untuk tarif golongan non subsidi dengan daya 1.300 VA-6.600 VA ke atas, dipatok Rp 1.467,28 per kWh.
Pembatalan kenaikan tarif listrik itu juga dibagikan melalui Siaran Pers Kementerian ESDM melalui laman webnya esdm.go.id.
Dilansir dari situs tersebut, saat ini Kementerian ESDM tengah membuat aturan baru terkait harga beli dari pembangkit listrik berbasis Energi Terbarukan (EBT).
EBT tersebut nantinya akan menggunakan skema feed in tariff untuk formula harga yang baru.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini sudah diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).
Arifin Tasrif menjelaskan, berdasarkan skema feed in tariff itu, harga akan dibedakan berdasarkan jenis sumber EBT-nya.
"Contohnya, geothermal berbeda dengan solar panel, beda dengn biomassa, dengan hydro. Kalau geothermal kan mirip-mirip migas, mengebor dan survei," terang Arifin yang Tribunnews kutip melalui laman esdm.go.id.
Kebijakan Baru yang Ramah Investor
Menteri ESDM memastikan, kebijakan baru tersebut memiliki tujuan.
Tujuan itu di antaranya agar ramah investor, dan tidak merugikan investor.
Dari skeda feed in tariff, diharapkan pembangunan pembangkit EBT tetap berjalan.
"Kan kemarin feed in tarif diberlakukan untuk semuanya, sehingga tidak jalan. Yang costnya mahal, masa mau dijual murah? Malah rugi," tambah Arifin.
"Supaya ke depan, beban PLN tidak terlalu bera. Jangan dipukul rata semua, padahal biayanya sudah turun. Kan ada depresiasi," jelasnya.

Kebijakan baru ini akan menggantikan formula harga pembangkit listrik EBT saat ini dihitung berdasarkan biaya pokok penyediaan (BPP).
Hal tersebut ditetapkan PLN seperti tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 50 Tahun 2017.
Formula baru ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mencapai pemanfaatan EBT sebesar 23 persen di dalam bauran energi (energy mix) di tahun 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)