Kamis, 2 Oktober 2025

Yenny Wahid Ungkap Gus Dur Tebiasa Bantu Sang Istri Cuci Piring dan Bungkus Kacang

Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid menceritakan sosok ayahnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Glery Lazuardi
Yenny Wahid dalam acara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bertema Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Minggu (22/12/2019). 

Menurut dia, sebagian warga Indonesia masih mengenal "Patrilineal", suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Pengusaha Dumasi MM Samosir dan Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia saat menjadi pembicara pada diskusi Perempuan Hebat Untuk Indonesia Maju untuk menyambut Hari Ibu di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Minggu (22/12/2019). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai penting untuk menyelenggarakan Hari Ibu yang mendorong kaum wanita untuk terlibat di dalam proses pembangunan. Tribunnews/Jeprima
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Pengusaha Dumasi MM Samosir dan Staf Khusus Presidenan Bidang Sosial Angkie Yudistia saat menjadi pembicara pada diskusi Perempuan Hebat Untuk Indonesia Maju untuk menyambut Hari Ibu di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Minggu (22/12/2019). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai penting untuk menyelenggarakan Hari Ibu yang mendorong kaum wanita untuk terlibat di dalam proses pembangunan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Kemudian, kata dia, seorang ibu menempatkan diri sebagai "Konco Wingking".

"Konco Wingking" dikenal di budaya Jawa dan kadang dianggap berkonotasi negatif, di mana perempuan harus selalu di belakang suaminya.

Baca: Sri Mulyani: Utamakan Dialog untuk Antisipasi Eksklusivitas Kelompok Agama

"Kemudian tertular kepada anak waktu memperlakukan anak laki-laki dan perempuan," katanya.

Ia mencontohkan kalau ada makanan enak, anak laki-laki akan diberi duluan.

Kemudian, bila ekonomi keluarga pas-pasan, anak yang harus terus sekolah laki-laki bukan perempuan.

"Itu memang konstruksi sosial keluarga dan bahkan kultural menyebabkan banyak perempuan di Indonesia merasakan beban besar," kata dia.

Baca: Bekas Lahan Parkir Thamrin 10 Disulap Anies Jadi Spot Kuliner Baru di Jakarta Pusat

Untuk itu, dia berharap, ke depan agar perempuan dapat lebih berkontribusi di segala sendi kehidupan masyarakat Indonesia.

Bahkan, dia menegaskan, bukan tidak mungkin perempuan dapat melakukan dan berprestasi lebih baik.

"Perempuan itu saya perhatikan merasa sukses selalu merasa kesepian. Itu karena mereka dianggap pengecualian atau ekseptional. Perempuan sukses harus diapresiasi tiga kali lebih hebat," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved