Kamis, 2 Oktober 2025

Komisioner KPAI Ungkap Pernah Gugat Pemerintah Terkait Pelaksanaan Ujian Nasional

Retno Listyarti mengungkapkan KPAI bersama Sophia Latjuba pernah menggugat pemerintah terkait pelaksanaan UN pada tahun 2005.

Penulis: Febia Rosada Fitrianum
TRIBUNSOLO.COM/EKA FITRIANI
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti usai rapat dengan Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo di Balai Kota Surakarta, Rabu (27/2/2019) 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner KPAI, Retno Listyarti mengungkapkan, pihaknya bersama aktris yang juga peduli pada isu pendidikan yakni Sophia Latjuba, pernah menggugat pemerintah terkait pelaksanaan Ujian Nasional (UN) pada 2005 silam.

Pernyataan tersebut diungkapkan dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan secara langsung di Trans 7, pada Rabu (18/12/2019) malam.

Retno menuturkan pada 2005 UN masih menjadi penentu kelulusan siswa dan siswi di semua jenjang pendidikan.

Ketika itu, Retno pernah bertemu dengan 58 siswa yang tidak lulus sekolah.

Seluruh siswa tersebut tidak mendapatkan nilai empat untuk satu mata pelajaran.

"Waktu itu saya berhadapan dan bertemu dengan 58 anak yang kemudian dia tidak lulus hanya gara-gara tidak bisa atau tidak memenuhi angka empat untuk satu mata pelajaran," jelas Retno.

"Jadi ketika itu Ujian Nasional itu menjadi penentu kelulusan 100 persen," imbuhnya.

Komisioner KPAI, Retno Listyarti sebut pernah gugat pemerintah terkait pelaksanaan UN di tahun 2005.
Komisioner KPAI, Retno Listyarti sebut pernah gugat pemerintah terkait pelaksanaan UN di tahun 2005. (Tangkap layar channel Trans 7)

Retno menuturkan, saat itu negara memberikan sebuah sarana untuk melaporkan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil.

Sehingga dapat membuat gugatan ke pengadilan atas kebijakan tersebut.

Retno mengatakan sarana itu dinamakan citizen law suit.

Kemudian, Retno dan Sophia Latjuba, serta 58 siswa yang tidak lulus tersebut menggugat pemerintah terkait pelaksanaan UN.

Retno mengatakan pada pengadilan tingkat pertama, yakni di Pengadilan Negeri, pihaknya dinyatakan menang.

Tidak sampai situ, hingga tingkat banding dan di Mahkamah Agung (MA), pihak Retno dinyatakan menang dan pemerintah kalah pada 2009.

"Saat itu negara kebetulan menyediakan satu sarana namanya citizen law suit. Itu adalah satu kebijakan atau satu sarana yang kita bisa untuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak adil itu bisa kita gugat ke pengadilan," terang Retno.

"Pada saat itu kami dengan cepat dan termasuk Mbak Sophia Latjuba juga, publik figur yang ikut mendukung dan 58 anak ini, kami menang."

"Menang mulai dari level pengadilan tingkat pertama di PN, kemudian banding dan pemerintah kalah, dan ketika di Mahkamah Agung pun pada 2009 pemerintah juga kalah," tambahnya.

Program acara Mata Najwa dalam episode 'Menguji Ujian Nasional', pada Rabu (18/12/2019).
Program acara Mata Najwa dalam episode 'Menguji Ujian Nasional', pada Rabu (18/12/2019). (Tangkap layar channel Trans 7)

Retno mengungkapkan, dari hasil putusan di MA tersebut menerangkan UN dinyatakan tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan kecuali pemerintah telah memenuhi kewajibannya.

Dalam putusan MA, pemerintah dituntut untuk memenuhi tiga kewajiban.

Yakni pemerataan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta pemenuhan akses sistem informasi yang sama di seluruh sekolah.

"Dan sebenarnya pada saat itu menurut persepsi kami, UN itu tidak boleh dilaksanakan sebelum pemerintah melaksanakan tiga kewajiban yang diperintahkan dalam keputusan Mahkamah Agung," tutur Retno.

"Pertama adalah guru yang berkualitas itu diratakan di seluruh Indonesia, kedua adalah sarana prasarana pendidikan diratakan di seluruh Indonesia, dan yang ketiga, sistem informasi untuk satu sekolah dengan sekolah lain itu disamakan," lanjutnya.

Namun Retno menuturkan hingga kini, pemerintah belum melakukan pemenuhan terhadap tiga kewajiban tersebut dan justru tetap melaksanakan UN.

Retno menceritakan pemerintah berdalih untuk mempersiapkan tiga kewajiban itu sembari berproses.

Sehingga sampai saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.

"Nah sepanjang ini tidak dipenuhi seharusnya tidak boleh dilaksanakan," ujar Retno.

"Tapi pemerintah berdalihnya, ya sambil jalan katanya."

"Sampai sekarang guru berkualitas juga tidak merata, sarana dan prasarana pun timpang," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru menjabat selama dua bulan, Nadiem Makarim memutuskan untuk membuat kebijakan Merdeka Belajar.

Nadiem Makarim membuat empat kebijakan, yang satu diantaranya adalah mengganti sistem UN menjadi assessment competency dan survei karakter.

(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved