Kamis, 2 Oktober 2025

KPU Sambut Baik MK Putus Cepat Uji Materi UU Nomor 10/2016

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-Undang Pilkada.

Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-Undang Pilkada.

Alasannya, karena putusan itu keluar sebelum tahapan pendaftaran Pilkada 2020 dimulai. Sehingga KPU masih punya waktu untuk melakukan koreksi, serta menyosialisasikan hasil revisi itu kepada partai politik maupun publik.

"Kami menyambut baik karena putusan ini juga keluarnya sebelum dimulai tahapan pendaftaran. Sehingga kami bisa cepat melakukan koreksi dan menyosialisasikannya. Jadi ini tentu kita sambut baik," terang Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting saat dihubungi, Rabu (11/12/2019).

Evi sepaham jika putusan MK disebut bisa mencegah narapidana kasus korupsi mengurungkan niat mencalonkan diri. Lantaran mereka harus menunggu selama lima tahun ke depan -setelah yang bersangkutan menyelesaikan masa hukuman inkrah pengadilan- untuk bisa maju kembali pada pemilihan kepala daerah.

Menurutnya putusan ini jadi jalan keluar MK menyudahi polemik yang terjadi selama beberapa waktu ke belakang.

"Iya (setuju), jadi karena diberikan waktu lima tahun itu kan. Bahwa pertimbangannya dia perlu kembali ke masyarakat. Karena sudah beradaptasi, itu kan pertimbangan MK," jelas Evi.

"Ini jalan keluar yang diberikan MK, terhadap polemik yang terjadi selama ini," imbuhnya.

Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan uji materi ke MK terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota pada 5 September 2019.

MK mengeluarkan putusan bernomor 56/PUU-XVII/2019 pada Rabu, 11 Desember 2019.

Isinya menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dengan adanya putusan ini, maka syarat calon kepala daerah yang tertera pada Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada berubah bunyinya.

Syarat pertama adalah calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana yang diancam lima tahun atau lebih kecuali terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.

Tindak pidana politik tersebut dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.

Kedua, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.

"Tiga. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Ruang Sidang Utama Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Rabu (11/12/2019).

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved