Menantu Jokowi Terjun ke Politik
Bobby Nasution Susul Gibran Maju Pilkada 2020, Berikut Tanggapan Parpol hingga Istana
Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution susul Gibran Rakabuming Raka maju Pilkada 2020, berikut tanggapan parpol hingga istana.
TRIBUNNEWS.COM - Menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution telah resmi mandaftarkan diri dalam pemilihan wali kota (Pilwalkot) Medan, Selasa (3/12/2019).
Sebelumnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka juga telah memantapkan diri untuk maju dalam Pilwalkot Solo 2020.
Keseriusan Gibran ditunjukan dengan langkahnya yang telah mendaftarkan diri sebagai anggota PDIP kota Solo.
Sontak langkah dari kedua anggota keluarga Jokowi ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak.
Tak sedikit yang berpendapat ini termasuk dalam tindakan nepotisme.
Namun banyak juga yang membela dengan mengatakan bahwa ini merupakan hak warga negara dari Gibran dan Bobby.
Politikus Gerindra, Andre Rosiade

Rosiade menilai, pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dalam Pilkada 2020 mendatang adalah sesuatu yang wajar.
Meskipun mereka merupakan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun Rosiade menyebut tak ada nepotisme dalam hal tersebut.
Menurutnya pencalonan Wali Kota Gibran di Solo dan Bobby di Medan merupakan hak mereka sebagai warga negara.
Mereka berhak dipilih dan juga berhak memilih.
"Menurut saya hal yang lumrah saja kalau setiap orang, warga negara RI punya hak untuk maju dipilih dan memilih," ujar Rosiade.
"Lagi pula mas Gibran dan Bobby punya hak juga untuk maju menjadi kandidat walikota," imbuhnya dikutip dari Tribunnews.com.
Rosiade juga berpendapat meski Gibran dan Bobby telah mencalonkan diri pada Pilkada 2020, namun belum tentu mereka akan maju sebagai Wali Kota di daerah masing - masing.
Karena semua ada ditangan masyarakat.
Tergantung pilihan masyarakat Medan apakah akan memilih Bobby sebagai Wali Kota daerah tersebut.
Begitu juga dengan Gibran di Kota Solo.
Politisi PDI-P, Junimart Girsang

Senada dengan Rosiade, Junimart juga menilai majunya Anak dan menantu Jokowi dalam Pilkada 2020 masih jauh dari nepotisme.
Menurutnya ini hanya sebuah kebetulan saja.
"Tidak ada nepotisme," ujar Junimart yang dilansir dari kanal YouTube KompasTV (5/12/2019).
"Semua serba kebetulan, kebetulan mereka milenial, kebetulan anak dan menantu presiden," imbuhnya.
Junimart menambahkan terlalu jauh kalau berbicara terkait nepotisme.
Menurutnya Bobby dan Gibran merupakan representasi anak muda yang ingin berkontribusi didaerahnya masing- masing.
Bobby di Kota Medan dan Gibran di Kota Solo.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera
Berbeda dengan Rosiade dan Junimart, Mardani justru memiliki pandangan berbeda dari langkah Gibran dan Bobby maju Pilkada 2020.
Mardani mengkritik langkah putra dan menantu Jokowi tersebut.
Ia menyadari bahwa pilihan mereka maju mejadi calon Wali Kota di daerah masing - masing merupakan hak setiap warga negara.
Di sisi lain, kalau langkah tersebut menjadi nepotisme, ia mengaku hal itu akan membuat demokrasi Indonesia telah mengalami kemunduran.
"Saya tidak ingin judgement, semua orang berhak (maju Pilkada 2020)," ujar Mardani yang dilansir dari kanal YouTube Kompas TV (5/12/2019).
"Namun sikap saya tetap nepotisme merupakan kemunduran bagi demokrasi Indonesia," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qadari
Qadari ikut menyoroti tudingan nepotisme terhapap Bobby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka yang maju dalam Pilkada 2020.
Menurutnya, sulit menilai langkah Bobby dan Gibran termasuk dalam nepotisme.
Hal ini karena jabatan yang kemungkinan akan mereka tempati, keputusannya ada pada masyarakat di daerah masing - masing.
“Sebenarnya agak sulit untuk mengatakan ini nepotisme sepenuhnya untuk jabatan - jabatan yang sifatnya itu dipilih,” ujar Qadari yang dilansir dari YouTube Kompas TV (5/12/2019).
“Karena disitu proses yang terjadi adalah proses dimana orang itu memiliki kesempatan untuk memilih,” tambahnya.
Qadari menyebut nepotisme akan sangat mudah diidentifikasi dalam jabatan – jabatan yang sifatnya ditunjuk.
Ia pun memberikan contoh – contoh kasus, satu diantaranya yang terjadi pada 1997.
“Misalnya ya Pak Soeharto pada 1997, beliau mengangkat Mbak Tutut (putri Soeharto) sebagai menteri sosial,” ujar Qadari.
“Atau ada saat jadi Gubernur Riau Pak Annas Maamun itu kalau tidak salah anaknya menjadi Kepala Dinas PU,” imbuhnya.
Menurut Qadari tudingan adanya nepotisme, harus dilihat dari definisinya terlebih dahulu.
“Sebenarnya ini tergantung dari definisi nepotisme itu apa,” ungkap Qadari.
“Satu diantara definisi nepotisme yang saya kira diterima secara umum adalah memilih saudara tapi diluar kemampuannya,” imbuhnya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Tudingan nepotisme yang ditujukan kepada anak dan menantu Jokowi membuat Istana turut buka suara.
Moeldoko menyebut majunya dua anggota presiden jangan terus dijustifikasi sebagai dinasti politik.
Menurutnya mereka hanya menjalankan haknya sebagai warga negara.
Karena menurutnya, semua orang memiliki hak politik yang sama.
"Ini kan proses pembelajaran politik bagi masyarakat. Jadi jangan terus menjustifikasi dinasti politik. Kalau di dalam politik itu, itu saja ketentuannya," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Moedoko juga menekankan, istana tidak akan memberikan intervensi kepada Bobby dan Gibran.

Mereka akan diberikan kebebasan untuk berjuang didaerah masing - masing.
Bobby yang akan bertarung di pemilihan wali kota Medan.
Sementara Gibran akan berjuang dalam kontestasi pemilihan wali kota Solo.
"Istana tidak ikut campur, itu kan balik lagi hak politik seseorang," imbuh Moeldoko. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Lusius Genik) (Kompas.com/Ihsanuddin)