Posisikan FPI sebagai Aktor Politik, Ismail Hasani Nilai FPI Mainkan Politik Agama
Ismail Hasani menuturkan ormas FPI mempunyai peran politik di Indonesia pada dua hingga tiga tahun terakhir.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyebut organisai masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) memainkan politik agama.
Pernyataan tersebut dijelaskan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (28/11/2019).
Ismail Hasani menjelaskan, dimensi politik dari FPI mempunyai kekuatan tersendiri.
Sehingga Ismail Hasani memposisikan FPI sebagai aktor politik dalam jangkauan politik yang lebih luas di Indonesia dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun terakhir.

Ismail Hasani juga menjelaskan FPI sebetulnya memainkan politik agama.
Yaitu memainkan peran politik yang berjalan di atas pandangan keagamaan yang dapat mempengaruhi masyarakat.
"Dimensi politik FPI memang kuat. Bagaimanapun FPI adalah saya menempatkannnya sebagai aktor politik di dalam konteks politik makro Indonesia," terang Ismail Hasani.
"Dalam dua tiga tahun terakhir paling tidak turbulensinya sangat dinamis gitu."
"FPI sesungguhnya dia memainkan politik agama. Memainkan peran-peran politik yang beroperasi di atas pandangan-pandangan keagamaan yang kemudian itu mempengaruhi ruang-ruang publik," jelasnya.
Ismail Hasani menuturkan politik dalam situasi yang saling mempengaruhi para perubahan kebijakan serta mewarnai pergerakan pada politik nasional.
Karena untuk melakukan hal tersebut tidak musti melalui sebuah kendaraan partai politik.
Ismail Hasani kemudian menjelaskan apa yang dilakukan oleh FPI mempunyai peran politik selama ini.
"Politik dalam arti luas dipahami sebagai konteks saling mempengaruhi, saling memberikan pengaruh pada perubahan-perubahan kebijakan, dan juga mewarnai dinamika politik nasional," jelas Ismail Hasani.
"Tidak harus selalu dia ikut atau tidak dalam sebuah partai politik, nah FPI jelas memainkan peran politik."
"Karena agenda-agenda keumatan kalau dalam bahasa FPI adalah agenda-agenda politik umat yang diframing sedemikian rupa sehingga kemudian terus menerus meningkatkan bargaining," tutur dia.

Selain itu, Ismail Hasani juga mengatakan FPI tidak memerlukan surat keterangan terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dikarenakan keputusan Kemendagri mengeluarkan SKT atau tidak, tidak akan mempengaruhi praktik ormas FPI pada waktu selanjutnya.
Ismail Hasani mengatakan saat ini FPI masih tetap dapat beroperasi seperti biasanya, meskipun izin ormas FPI telah habis sejak Kamis (20/6/2019) lalu.
"Ya kalau kita periksa dari 20 Juni sampai sekarang FPI tetap beroperasi seperti biasa," ujar Ismail Hasani.
"Artinya sebenarnya ada tidaknya surat keterangan terdaftar (SKT) di Kemendagri sebenarnya tidak berpengaruh secara operasional bagi teman-teman FPI," tambahnya.
Ismail Hasani juga menjelaskan, sebuah ormas tidak diharuskan mempunyai izin dari Kemendagri, karena ormas dapat memilih bentuk badan hukum sendiri.
Menurut Ismail Hasani, organisasi atau sebuah kelompok yang berebut mendaftar ke Kemendagri merupakan organisasi yang ingin mendapatkan dana dari pemerintah.
Syarat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah adalah dengan memiliki SKT dari Kemendagri tersebut.
"Kenapa orang berebut atau bersemangat mendaftarkan diri ke Kemendagri."
"Memang syarat untuk mengakses dana atau bantuan dari pemerintah adalah harus ada SKT."
Sehingga hanya suatu kelompok yang ingin dana ormas dari pemerintah yang akan membutuhkan SKT.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)