KPU Berharap Larangan Mantan Narapidana Korupsi Maju Pilkada Diatur Dalam Undang-Undang
KPU RI terus berupaya agar usulan larangan mantan narapidana korupsi maju Pilkada 2020 bisa diterima DPR RI.
Menurutnya, jika isi PKPU adalah bentuk penafsiran dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, maka setiap ayat atau pasal yang termaktub di dalamnya, diharapkan tak punya makna ganda.
Di Hadapan Ketua KPK, Kapolri Idham Azis Janji Tuntaskan Kasus Novel Baswedan |
"Kalau tujuannya adalah menafsirkan maka pasal atau ayat di dalam PKPU harus clear, harus jelas agar tidak menimbulkan multitafsir," ucap Johan Budi Sapto Pribowo dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Johan Budi Sapto Pribowo membeberkan beberapa catatan multitafsir tersebut.
Pertama, dalam Pasal 4 draf PKPU, ia mempertanyakan bagaimana cara mengukur orang yang setia kepada Pancasila.
Serta bagaimana cara mengukur kesetiaan seseorang terhadap Republik Indonesia.
Sebab, hal ini berbeda dengan cara mengukur kesehatan dan mengidentifikasi seseorang yang terlibat narkoba.
"Kalau orang sehat ada ukurannya, ada keterangan dari puskesmas. Orang tidak terlibat narkoba itu ada ukurannya, ada keterangannya," ungkap dia.
"Tapi kalau orang yang setia kepada Republik Indonesia pada Pancasila, itu ukurannya apa?" imbuh Johan Budi Sapto Pribowo.
Begitu pula dengan Pasal 4 Ayat 1.
Johan mengatakan, tertulis penjelasan soal terpidana karena alasan politik.
Ia persoalkan siapa yang bisa mendefinisikan hal tersebut lantaran tidak dijelaskan.
Poin yang mau diangkat oleh mantan juru bicara KPK ini, yakni meminta KPU tidak membuat aturan yang tak bisa ditegakkan.
Jangan pula membuat aturan multitafsir.
"Karena itu perlu diperjelas, apapun aturan di PKPU harusnya mengacu pada Undang-Undang yang ada," ujar dia.
"Poin saya gini, jangan bikin aturan yang kita tidak bisa menegakkan. Jangan bikin aturan yang multitafsir," pungkas Johan.