Jumat, 3 Oktober 2025

‎Status Defisit Harus Jadi Refleksi Bagi BPJS Kesehatan dan Pemerintah Dalam Mengelola Keuangan

Status defisit keuangan BPJS Kesehatan, menurut Eka, harusnya menjadi refleksi BPJS dan pemerintah

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Perwakilan ICW, Dewi Anggraeni menggunakan baju putih dalam diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, Minggu (13/10/2019) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Prakarsa melakukan kajian untuk menganalisis permasalahan defisit, alternatif pembiayaan, analisis biaya, hingga manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hasilnya, permasalahan defisit keuangan yang mencapai Rp 32 triliun pada 2019 ini menandalan belum berhasilnya tata kelola JKN oleh BPJS Kesehatan.

"Dari waktu ke waktu persoalan yang dihadapi berulang, seperti siklus masalah dan bukannya mengecil tapi semakin membesar," kata perwakilan Perkumpulan Prakarsa, Eka Afrina dalam sebuah diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Baca: Pertemuan Probowo Subianto Dengan Surya Paloh Hasil Tiga Kesapakatan

Baca: ILR Sebut Jokowi Memiliki 5 Alasan Untuk Menerbitkan Perppu KPK

Baca: IHSG Diprediksi Menguat Senin Besok

Eka menilai pemerintah seharusnya memperhatikan optimalisasi revenue lainnya dan mencari sumber pembiayaan lain yang stabil serta berkelanjutan seperti relokasi APBN, amandemen UU Cukai, dan menambah barang cukai untuk menutup defisit.

"Industri yang merusak kesehatan harusnya tidak diberikan proteksi seperti penetapan cukai yang rencah. Jika earmaking cukai rokok untuk kesehatan dialokasikan sebesar 15 persen saja. Maka akan ada tambahan Rp 22 triliun untuk program kesehatan," kata Eka.

Baca: PKB Singgung Komposisi Kabinet Jelang Pelantikan Presiden

Status defisit keuangan BPJS Kesehatan, menurut Eka, harusnya menjadi refleksi BPJS dan pemerintah dalam melakukan keterbukaan pengelolaan keuangan dan pelayanan kesehatan.

Bukan malah membuat kebijakan yang memberatkan masyarakat.

Masyarakat kata Eka, ‎perlu diberi tahu bahwa belanja kesehatan adalah belanja untuk kita semua.

"Masyarakat diharapkan tidak terjebak pada pemberitaan hoax dan persepsi pejabat publik juga masuk menjadi pekerjaan rumah kita semua," katanya.

Maladministrasi

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengritik keras rencana pemerintah memberikan sanksi bagi para penunggak iuran BPJS Kesehatan.

Menurutnya, rencana pemberian saksi yang direalisasikan dalam bentuk penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) merupakan bentuk maladministrasi.

"Penerbitan Inpres terkait sanksi pelayanan publik lain adalah bentuk maladministrasi‎ serius karena menghambat hak inkonstitusional‎," kata Alamsyah dalam sebuah diskusi bertajuk : BPJS Salah Kelola, Pelayanan Publik Disandera, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2019).

Baca: ICW Temukan 49 Potensi Fraud Dalam Penggunaan Fasilitas BPJS Kesehatan

‎Dia melanjutkan sanksi bagi penunggak BPJS sama sekali tidak memiliki landasan yuridis dalam Undang-Undang BPJS Kesehatan maupun dalam PP Nomor 86 tahun 2013.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved