Jumat, 3 Oktober 2025

Pemabuk, Penjudi, dan Pezina Teramcam Tidak Bisa Maju dalam Pilkada 2020, Ini Alasannya

KPU Wacanakan Melarang Pemabuk, Pejudi, dan Pezina Maju di Pilkada 2020, Ini Alasannya

Editor: Sugiyarto
Rina Ayu/Tribunnews.com
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman usai bertemu wakil presiden RI, Jusuf Kalla, di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU Wacanakan Melarang Pemabuk, Pejudi, dan Pezina Maju di Pilkada 2020, Ini Alasannya

Warga Negara Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 bakal memiliki syarat.

Dikutip dari Kompas.com, Komisi Pemilihan Umum ( KPU) tengah merancang revisi Peraturan KPU ( PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Dalam salah satu pasalnya, KPU melarang seseorang yang punya catatan melanggar kesusilaan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali Kota-wakil wali kota.

Pelanggar kesusilaan yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, dan berzina.

Aturan ini dimuat dalam Pasal 4 huruf j.

"Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang meliputi, satu, judi," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat uji publik revisi PKPU Pilkada 2020 di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).

"Kedua adalah mabuk, ketiga pemakai atau pengedar narkoba, keempat berzina dan/atau melanggar kesusilaan lainnya," lanjutnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017). ((KOMPAS.com/Nabilla Tashandra))

Larangan pencalonan seseorang dengan catatan perbuatan tercela sebenarnya telah diatur dalam PKPU sebelum revisi, yaitu PKPU Nomor 3 Tahun 2017.

Hanya saja, dalam PKPU tersebut, tidak disebutkan secara rinci perbuatan asusila yang dimaksud.

Pasal tersebut, menurut KPU, justru berpotensi menjadi multitafsir dan banyak disalah artikan.

Oleh karenanya, KPU ingin membuat penegasan melalui PKPU revisi.

"Karena ini ada dalam penjelasan Undang-undang, jadi kita penjelasan dalam Undang-undang 10 Tahun 2016 kita cantumkan langsung dalam PKPU sehingga nanti tidak ada multitafsir yang dimaksud dengan perbuatan tercela ini," ujar Evi.

Adapun seseorang bisa menyatakan dirinya tak punya catatan melanggar kesusilaan melalui SKCK dari polisi.

Dalam Pasal 42 ayat (1) huruf h rancangan PKPU revisi, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tak melakukan hal-hal itu dengan SKCK dari polisi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved