KPK: Penetapan Tersangka Baru Tidak Hambat Proses Investasi Meikarta
KPK menetapkan bekas Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto dan Sekda jabar periode 2015-sekarang, Iwa Karniawa sebagai tersangka
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan dua tersangka baru kasus suap perizinan pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (29/7/2019) kemarin.
Terkait pembangunan Meikarta yang terganjal tindak pidana korupsi, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, membantah upaya tegas mereka untuk memberantas rasuah berdampak terhadap investasi yang seharusnya bisa diterima oleh Pemerintah Provinsi.
Lantaran tersangkut kasus suap, proyek pemukiman terintegrasi yang berada di kawasan Cikarang itu menjadi tak jelas kelanjutannya.
Bahkan, enam bank yang semula menjalin kemitraan dengan Lippo Karawaci dalam hal pembiayaan Kredit Pembelian Apartemen (KPA) memutuskan menghentikan kerja samanya sejak Maret 2018 lalu.
Padahal, Lippo tidak main-main membenamkan investasinya yang mencapai Rp278 triliun.
Bahkan, ketika dilakukan peresmian, pada akhir 2017 lalu, turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
"Jadi, kalau dikatakan apa yang kami lakukan itu merupakan serangan balik terhadap investasi ya enggak juga. Karena kami memiliki dasar hukum untuk melakukan penindakan," kata Saut kepada pewarta, Selasa (30/7/2019).
Diberitakan, KPK menetapkan bekas Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto dan Sekda Pemprov Jawa Barat periode 2015-sekarang, Iwa Karniawa sebagai tersangka.
Bartholomeus diduga menyuap Iwa untuk memuluskan aturan mengenai Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Total suap yang diterima oleh Iwa mencapai Rp1 miliar.
Adanya kebutuhan suap disampaikan oleh eks Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR, Neneng Rahmi Nurlaili pada April 2017 lalu.
"Didapatkan informasi agar RDTR diproses, maka Neneng Rahmi Nurlaili harus bertemu dengan tersangka IWK (Iwa Karniwa), Sekretaris Pemprov Jawa Barat. Neneng Rahmi kemudian mendapatkan informasi bahwa tersangka IWK meminta uang Rp1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di provinsi," kata Saut.
Pernyataan Saut itu sebelumnya sudah muncul di persidangan Meikarta, ketika dakwaan terhadap Neneng dibacakan.
Sementara, Bartholomeus tidak hanya menyuap Neneng Rahmi, namun ia juga memberi duit kepada eks Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin. Total suap yang diberikan untuk Bupati Neneng mencapai Rp10,5 miliar.
"Tersangka BTO (Bartholomeus Toto) diduga menyetujui setidaknya 5 kali pemberian tersebut kepada Bupati Neneng, baik dalam bentuk USD dan Rupiah dengan total Rp10,5 miliar," kata mantan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu.