Kasus Novel Baswedan
Jusuf Kalla Nilai Polri Punya Kemampuan Tangkap Pelaku Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai aparat kepolisian harusnya mudah menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai aparat kepolisian harusnya mudah menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Menurut Jusuf Kalla, Polri memiliki kemampuan untuk mengungkap kasus tersebut.
Hal itu diungkap Jusuf Kalla saat disinggung soal Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel Baswedan yang hingga kini belum juga menemukan titik terang kasus yang terjadi sekitar 2 tahun lalu tersebut.
"Ya tentu polisi punya kemampuan untuk mengungkap (siapa pelaku penyiraman Novel Baswedan)," ujar Jusuf Kalla di kawasan Pancoran Timur, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2019).
Jusuf Kalla beranggapan, aparat kepolisian saja dapat menangkap dan mengungkap pelaku teroris yang tersembunyi.
Sehingga kemampuan aparat kepolisian harusnya tak diragukan.
Baca: KPK Sita Aset Senilai Rp 70 Miliar dan Telusuri Transaksi Perbankan Rita Widyasari
Baca: Seorang Provokator Kerusuhan 21-23 Mei Ditangkap di Ciamis
Baca: Kasus Mutilasi di Ogan Ilir Terungkap, Ini Kronologi, Pengakuan Tersangka, dan Reaksi Istri Korban
Baca: Kasus Pengacara Serang Hakim Pakai Ikat Pinggang Saat Sidang, Ini Pengakuan Korban Hingga Reaksi MA
"Ya ini kan sudah dalam tahap indikasi ketahuan backgroundnya, sekarang tinggal mencari orangnya (pelaku). Kan sebenarnya simple tinggal mencari orang. Kalau polisi itu ahli disitu, mencari teroris saja yang bersembunyi bisa dapat apalagi di sini telah ada bukti-bukti awal," kata Jusuf Kalla.
Seperti diketahui, Novel diserang orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017.
Ketika itu, Novel usai menjalani salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta pada 8 Januari 2019.
Namun, hingga 7 Juli 2019 kasus belum juga terang.
Tim itu, merujuk Surat Keputusan Nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur kepolisian, tenggat waktu kerjanya yaitu pada 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Jokowi beri waktu 3 bulan
residen Joko Widodo (Jokowi) meminta Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, segera mengungkap kasus penyerangan air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
"Kalau Kapolri kemarin menyampaikan akan meminta waktu 6 bulan, saya sampaikan 3 bulan tim teknis bisa menyelesaikan apa yang kemarin disampaikan," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Menurut Jokowi, kasus Novel bukan sesuatu yang mudah diungkap sehingga membutuhkan waktu tidak singkat.
"Kasusnya ini bukan kasus mudah, kalau kasus mudah, sehari dua hari ketemu. Saya beri waktu 3 bulan, saya lihat nanti hasilnya apa, jangan sedikit-sedikit lari ke saya, tugas Kapolri apa?" ujar Jokowi.
Baca: Politikus Gerindra: Ketua MPR dari Gerindra, Ketua DPR Jatah PDIP, Presidennya Jokowi
Jokowi berharap, temuan-temuan yang sudah didapat harus segera ditindaklanjuti lagi oleh tim teknis untuk menyasar ke dugaan-dugaan pelaku penyiraman air keras ke Novel.
"Kita harapkan dengan temuan-temyan yang ada saya kira sudah menyasar ke kasus-kasus yang terjadi," tuturnya.
Seperti diketahui, Novel diserang orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017.
Ketika itu, Novel usai menjalani salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta pada 8 Januari 2019.
Namun, hingga 7 Juli 2019 kasus belum juga terang.
Tim itu, merujuk Surat Keputusan Nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur kepolisian, tenggat waktu kerjanya yaitu pada 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Kewenangan berlebihan
Tim Pakar gabungan menduga penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, terjadi karena penggunaan kewenangan berlebihan oleh Novel Baswedan saat menangani kasus.
"TPF menemukan fakta terdapat probabilitas terhadap kasus yang ditangani korban yang menimbulkan serangan balik atau balas dendam, akibat adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan," ujar Anggota Tim Pakar TPF Nur Kholis di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Dugaan tersebut didapatkan tim pakar gabungan setelah mendapatkan keterangan saksi dan pola penyerangan.
Baca: Hasil Drawing Kualifikasi Piala Dunia 2022, Indonesia Serasa Main di Piala AFF
Baca: Update Kasus Mayat Wanita Tanpa Busana di Persawahan Mempawah: Cairan di Organ Intim dan Pasar Malam
Baca: Kasus Pelesiran Idrus Marham: 3 Jam di Kedai Kopi, Uang Sogok, Hingga Dipecatnya Pengawal Tahanan
Tim pakar gabungan menyebut Novel Baswedan tidak memiliki masalah pribadi.
"Dari pola penyerangan dan keterangan saksi korban, TPF meyakini serangan tersebut tidak terkait masalah pribadi, tapi berhubungan dengan pekerjaan korban," tutur Nur Kholis.
Nur Kholis memberi rekomendasi kepada Kapolri untuk mendalami terhadap probabilitas motif penyerangan terkait enam kasus tingkat tinggi yang ditangani Novel Baswedan.
Menurut Nur Kholis, keenam kasus itu berpotensi menimbulkan balas dendam terhadap Novel Baswedan.

Enam kasus tersebut diantaranya kasus E-KTP, kasus mantan ketua MK Achil Mochtar (kasus daging sapi), kasus Sekjen Mahkamah Agung, Kasus Bupati Buol, dan lima kasus wisma atlet serta kasus burung walet di Bengkulu.
Seperti diketahui, Novel diserang orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017.
Ketika itu, Novel usai menjalani salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta pada 8 Januari 2019.
Namun, hingga 7 Juli 2019 kasus belum juga terang.
Tim itu, merujuk Surat Keputusan Nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur kepolisian, tenggat waktu kerjanya yaitu pada 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Kapolri bakal bentuk tim teknis
Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan segera membentuk tim teknis yang akan dipimpin oleh Kabareskrim Komjen Pol Idham Azis untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Tim teknis ini bakal dibentuk sesuai dengan kemampuan spesifik dalam mengungkap kasus ini.
Rencananya pekan depan tim tersebut bakal diungkapkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Tim teknis lapangan akan segera dibentuk, dipimpin oleh Bapak Kabareskrim akan segera menunjuk seluruh personel dalam tim dengan kapasitas terbaik," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal di Bareskrim Polri, Jln Trunojoyo, Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Pembentukan tim teknis tersebut merupakan rekomendasi dari tim gabungan pakar. Rekomendasi tersebut merupakan hasil kerja tim gabungan selama enam bulan.
Iqbal mengungkapkan tim tersebut akan diisi oleh para personel yang mempunya kapasitas dan kemampuan yang luar biasa dibidangnya.
"Tim yang dididik untuk melakukan scientific investigasi, tim ini melibatkan satker-satker yang sangat profesional, seperti tim interogator, surveillance, inafis, pusiden, bahkan Densus 88 diturunkan," tutur Iqbal.
Baca: Tim Pakar: Kasus e-KTP Hingga Wisma Atlet Berpotensi Serangan Balik Terhadap Novel Baswedan
Tim teknis spesifik tersebut akan diberi waktu bekerja selama 6 bulan. Tugasnya, seperti rekomendasi dari TPF, adalah mencari 1 orang tak dikenal yang pernah menyambangi rumah Novel dan mencari dua orang yang berada di atas motor di dekat masjid tempat Novel biasa salat.
"Kita sangat serius untuk mengungkap peristiwa ini," ujar Iqbal.
Seperti diketahui, Novel diserang orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017. Ketika itu, Novel usai menjalani salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta pada 8 Januari 2019. Namun, hingga 7 Juli 2019 kasus belum juga terang.
Tim itu, merujuk Surat Keputusan Nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur kepolisian, tenggat waktu kerjanya yaitu pada 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
6 kasus
Tim pakar gabungan pengungkapan kasus Novel Baswedan menemukan indikasi motif penyiraman air keras terkait upaya balas dendam.
Anggota Tim Pakar TGPF Nur Kholis mengungkapkan ada dugaan enam kasus korupsi yang ditangani Novel menjadi alasan Novel disiram air keras menjadi pemicu balas dendam.
"Melakukan pendalaman probabilias motif sekurang-kurangnya 6 kasus high profile yang ditangani oleh korban Novel. Kasus kasus tersebut berpotensi serangan balik atau balas dendam karena adanya penggunaan kewenangan berlebihan," ujar Nur Kholis di Bareskrim Mabes Polri, Jln Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Dirinya mengungkapkan ada lima kasus diantaranya terkait kasus korupsi yang ditangani Novel sebagai penyidik KPK. Sementara kasus lainnya saat Novel masih menjadi anggota Polri.
"Satu, kasus E-KTP. Kedua kasus mantan ketua MK Achil Mochtar (kasus daging sapi), kasus Sekjen Mahkamah Agung, Kasus Bupati Buol, dan lima kasus wisma atlet. Satu lagi ini kasus yang tidak dalam penanganan KPK tetapi memiliki potensi. Kasus ini mungkin tidak terkait pekerjaan beliau dan teman-teman di KPK. Tapi mungkin ini terkait beliau, yakni kasus burung walet di Bengkulu," tutur Nur Kholis.

"Semua kasus ini mesti didalami, karena rata-rata kasus teman-teman di KPK kasus high profile," tambah Nur Kholis.