Jumat, 3 Oktober 2025

Komnas HAM Beri Peringatan Kepada Pemerintah dan DPR RI Maraknya Aduan Terkait Sengketa Lahan

Sekurangnya ada 43 organisasi masyarakat sipil yang meminta pengesahan RUU tersebut ditunda.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Gita Irawan/Tribunnews.com
Koordinator Subkomisi Penengakan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin di kantor Komnas HAM RI Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (16/7/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Subkomisi Penengakan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin menanggapi terkait RUU Pertanahan yang rencananya akan disahkan pada September 2019 mendatang sementara RUU tersebut dinilai belum layak untuk segera disahkan.

Sekurangnya ada 43 organisasi masyarakat sipil yang meminta pengesahan RUU tersebut ditunda.

Amiruddin mengatakan, catatan Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM terkait kasus sengketa lahan pada pada catur wulan pertama 2019 bisa dijadikan peringatan bagi para pembahas Undang-Undang khususnya Pemerintah dan DPR RI.

"Saya belum lihat detilnya, tapi kita bisa duga. Makanya apa yang saya sampaikan bisa jadi warning terhadap para pembahas Undang-Undang itu," kata Amiruddin di kantor Komnas HAM RI Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (16/7/2019).

Menurutnya, dari data yang dihimpun Komnas HAM dari beberapa tahun sebelumnya, pihaknya menghadapi banyak persoalan mengenai sengketa lahan. Untuk itu ia berpesan agar para pembuat Undang-Undang harus mengkaji lebih rinci mengenai hak-hak masyarakat di dalamnya.

"Tentu pembuat Undang-Undang harus mengkaji itu lebih detil. Maunya seperti apa. Karena problemnya, kalau di lahan itu ada komunitas, anda mau apakan komunitasnya. Ini kan persis seperti di Riau atau Jambi masyarakat Talang Mamak atau Suku Anak Dalam. Itu mau seperti apa. Karena banyak sekarang lahan luas itu didiami oleh komunitas-komunitas pemilik hak ulayat (hak adat) itu tantangannya di Indonesia. Jadi tanah itu tidak kosong," kata Amiruddin.

Tidak hanya itu, ia juga menyoroti terkait pelepasan tanah untuk fasilitas umum.

"Kedua soal pelepasan tanah untuk fasilitas umum. Itu prosesnya akan seperti apa. Selama ini ada tim appraisal dari daerah. Tapi ada satu soal. Kalau masyarakat masih menchalange pelepasan hak tanahnya ini kan mesti dilayani secara baik. Tidak semerta-merta karena untuk fasilitas umum, dititipkan saja di pengadilan ganti ruginya. Sekarang paling banyak kita menghadapi yang seperti itu," kata Amiruddin.

Baca: Bareskrim Ungkap Sindikat Perdagangan Orang Ke Timur Tengah dan Singapura

Untuk itu ia menilai, wajar jika banyak pihak yang meminta agar pengesahan RUU Pertanahan tersebut ditunda.

"Ini terus menjadi soal di wilayah-wilayah. Jadi kalau ada banyak pihak yang merasa butuh itu dibahas lebih jauh saya pikir itu hal yang wajar," kata Amiruddin.

Ia menjelaskan, ada beberapa isu/tipologi kasus yang menonjol dan mendapatkan perhatian Subkomisi Penegakan HAM.

"Pertama, Pelaksanaan Tupoksi Kepolisian, Terkait proses hukum yang tidak prosedural, diantaranya dugaan penggunaan tindak kekerasan, dan lambatnya penanganan Laporan Polisi. Hal tersebut disebabkan antara lain karena kurangnya pemahaman tentang prinsip-prinsip HAM oleh aparat kepolisian, khususnya di tingkat Polsek & Polres dan pengawasan dan penindakan internal yang tidak tegas," kata Amiruddin.

Kedua, adalah korporasi khususnya terkait dengan kegiatan operasional perusahaan dan kepatuhan perusahaan atas regulasi, khususnya, penghormatan terhadap nilai-nilai HAM.

"Isu yang mengemuka adalah Dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup," kata Amiruddin.

Ketiga, yakni menyangkut kewenangan Pemerintah Daerah terkait dengan kewenangan Pemda dalam perlindungan dan pengormatan HAM.

"Isu mengemuka terkait dengan peran serta Pemda dalam pencegahan kasus-kasus intoleransi/ekstrimisme dan pengawasan terhadap pemberian izin," kata Amiruddin.

Keempat, yakni isu agraria, isu khususnya tentang sengketa kepemilikan lahan baik antara individu/masyarakat dengan perusahaan yang sering kali berujung pada kriminalisasi warga, penerbitan izin HGU, pembangunan infrastruktur maupun sengketa aset BMN.

"Sebaran aduan terjadi hampir seluruh Indonesia," kata Amiruddin.

Ia memperkirakan berdasarkan refleksi pelaksanaan fungsi Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM RI pada catur wulan pertama Tahun 2019, maka pada catur wulan kedua Tahun 2019 persoalan-persoalan hak asasi manusia yang dilaporkan masyarakat
kepada Komnas HAM RI tidak akan jauh berbeda dengan persoalan yang muncul di catur wulan pertamaTahun 2019.

"Komnas HAM RI khususnya Subkomisi Penegakan HAM memprediksi akan terus menerima pengaduan masyarakat tentang dugaan penggunaan tindak kekerasan dan juga pelayanan publik oleh pihak Kepolisian," kata Amiruddin.

Ia mengatakan, persoalan kepatuhan perusahaan dalam pemenuhan dan perlindungan HAM dalam kegiatan operasionalnya diprediksi juga masih akan tetap marak dilaporkan kepada Komnas HAM RI khususnya terkait dengan isu dugaan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta ketenagakerjaan.

Sementara untuk persoalan terkait Kewenangan Pemerintah Daerah ia memeperkiraka juga masih terkait isu intoleransi dan strategi pembangunan wilayah yang berbasis HAM, khususnya terkait dengan pemberian izin terhadap kegiatan operasional perusahaan.

"Sedangkan prediksi tren ke depan pada isu Agraria perlu adanya perhatian serius terkait dengan Kebijakan percepatan infrastruktur, peran Pemda sebagai regulator dalam tata kelola lahan,
dan penggunaan aparat keamanan dalam penanganan konflik yang melampaui kewenangan," kata Amiruddin

Ia mengatakan, hasil dari penanganan aduan atau kasus yang telah dilakukan Subkomisi Penegakan HAM adalah adanya rekomendasi yang dikeluarkan atau adanya kesepakatan antar para pihak dalam proses mediasi yang dilakukan.

Selain itu, menurutnya, proses-proses pemantauan maupun mediasi yang dilakukan Subkomisi Penegakan HAM juga mendorong adanya peran serta dan tanggung jawab dari Pemerintah/Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya juga institusi Kepolisian untuk melakukan upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dan tetap memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia dalam setiap tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan.

"Hal tersebut sejalan dengan mandat Komnas HAM RI di dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia," kata Amiruddin.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved