Eksklusif Tribunnews
Dukungan Keluarga untuk Komjen Pol Anang Iskandar
Anang tercatat sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta. Pria kelahiran Mojokerto 61 tahun lalu ini juga mempunyai sejumlah hobi
Ya karena keluarga termasuk tim saya, semuanya mendukung. Kami harus sama‑sama memahami. Oleh karena itu, mereka mendukung. Kalau tidak didukung keluarga aku juga tidak mau.
Menjadi pimpinan KPK itu biasanya pergaulannya menjadi terbatas, bagaimana menurut Anda?
Pergaulan ya biasa‑biasa saja. Tapi memang ada aturan yang membatasi tapi tetap biasa saja. Tetap bergaul seperti biasa. Memang ada aturan yang membatasi. Komisioner, seorang penyidik itu memang ada aturannya. Tapi tidak menjadikan kita jauh dari masyarakat.
Selain itu jadi pimpinan KPK juga bakal banyak musuh. Siapkah Anda menghadapi hal itu?
Ah tidak juga he‑he. Selama 34 tahun (menjadi polisi) ya biasa‑biasa saja. Memang ada yang mempersepsikan begitu. Tapi sesungguhnya biasa‑biasa saja. Tidak ada itu. Orang salah itu, tetap seleh (menerima). Tapi kalau orang tidak salah dibikin salah, pasti akan bermusuhan. Itu prinsipnya.
Baca: Terungkap Motif Sesungguhnya Pembunuh Bocah 8 Tahun di Bogor, Bukan Kesal karena Diganggu
Selama jadi polisi selama 34 tahun, saya merasakan itu. Kalau orang salah, itu seleh. Seleh artinya menerima. Kalau tidak salah dibikin salah, nah itu biasanya terjadi konflik‑konflik, jadi masalah.
Sing salah seleh, filosofi itu saya terapkan sampai saat ini, sehingga saya tidak pernah punya musuh. Baik‑baik saja.

Baca: PPP: Koalisi Jokowi-Maruf Belum Ingin Tambah Anggota Baru
Bagaimana Anda melihat KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo. Apa evaluasinya?
Saya tidak boleh komentari itu sekarang. Tapi pasti ada hal‑hal positif, dan ada hal‑hal yang disoroti masyarakat. Tidak mungkin seorang tidak punya, ya kan? Periode kepemimpinan seseorang itu pasti ada positif, juga ada kekurangannya. Itu alamiah.
Baca: Setelah Cak Imin, Giliran OSO Sambangi Kediaman Maruf Amin
Ada gagasan yang akan dibawa ke KPK?
Ada. Saya pengalaman jadi Gubernur (Akpol), saya pengalaman jadi koordinator penyidik, Kabareskrim. Saya juga pengalaman jadi Kepala BNN. Artinya memang ada hal‑hal yang menjadi concern yang harus dilakukan berdasarkan pengalaman. Itu akan ditransfer ke KPK karena KPK dan BNN cenderung tidak ada bedanya.
Hanya beda sasaran. Kalau KPK itu korupsi, BNN itu narkotika. Tapi prinsipnya sama, ada pencegahan, ada pemberantasan, ada tindak pidana pencucian uang.
Ada beberapa isu yang disoroti publik. Misal, tidak jeranya narapidana korupsi. Selain itu narapidana korupsi sering bikin ulah. Bagaimana komentar Anda?
Ada hal yang disalahgunakan. Kadang izin keluar penjara diselewengkan. Nah ini harus ditegakkan. Saya kira pelaksananya juga tidak konsisten.
Baca: Brimob Keroyok Warga di Kampung Bali, Polisi Beberkan Pemicunya: Komandan Mereka Dipanah
Ada info Anda mengisi posisi sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar, bagaimana status Anda saat ini?
Memang dulu pernah diumumkan, setelah saya tanyakan, ternyata lembaganya tidak ada, organisasinya tidak ada, dan surat keputusannya juga tidak ada. Jadi artinya, saya memang belum pernah menjadi anggota Partai Golkar. Jadi ini memang faktanya begitu.