Eksklusif Tribunnews
Bambang Brojonegoro: Ibu Kota di Kalimantan Tak Perlu Lagi Bermacet Ria
Berikut lanjutan petikan wawancara Tribun Network dengan Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pemerintah tengah menyiapkan ibu kota pemerintahan pengganti Jakarta. Tentu ini bukan pekerjaan sederhana, karena akan diikuti pula pemindahan kantor kedutaan besar negara asing beserta tempat tinggal duta besar serta para diplomat.
Berikut lanjutan petikan wawancara Tribun Network dengan Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), terkait dengan pekerjaan besar itu.
Pemindahan ibu kota pemerintah bakal diikuti pemindahan kantor kedutaan besar negara asing?
Ya sama seperti itu. Sama seperti di negara lain, kita akan minta mereka pindah. Nah cuma nanti pindahnya kita belajar dari praktik yang pernah terjadi di negara lain. Jangan sampai mereka kesulitan mendapatkan tanah, atau kesulitan untuk pemindahan itu sendiri.
Intinya pemindahan itu kita mudahkan. Kita dalam desain nanti akan ada diplomatic quarter sehingga mereka akan lebih mudah pindah. Mungkin pemindahannya tidak harus segera, misalkan kotanya siap langsung pindah.
Mungkin kita kasih waktu lah sekitar sekian tahun. Tentunya semakin cepat pindah semakin baik. Karena kita tetap ingin menciptakan konektivitas yang baik antara wilayah ibu kota baru ini dengan Jakarta.
Baca: Bara Hasibuan Prediksi Gugatan Prabowo-Sandi akan Ditolak MK
Bahkan dari segi transportasi udara tidak hanya ibu kota baru dengan Jakarta, ibu kota baru dengan negara tetangga saya kira akan ada konektivitas angkutan udara.
Apakah akan menjadi ibu kota yang sunyi (seperti Canberra) karena maksimal dihuni 1,5 juta orang?
Oh tidak juga. Sebanyak 1,5 juta orang itu bukan kota kecil lho. Kalau Anda bicara kota yang sunyi, misalkan Canberra, itu penduduknya cuma 100 ribu. Jauh sekali di bawah ibu kota baru ini.
Bahkan, kita perkirakan ibu kota ini, suatu saat bisa seperti Brasilia. Yang awalnya didesain untuk 500 ribu, hari ini mungkin 3,5 juta orang. Tapi dia tetap tidak menjadi kota terbesar. Kota terbesar tetap Rio De Janeiro dan Sao Paulo.
Baca: Saat Presiden Argentina Sundul Bola Pemberian Jokowi
Yang ditekankan adalah kota ini sengaja kita desain tidak jauh dari kota‑kota fungsional, supaya dia membentuk namanya sistem perkotaan yang membuat kota ini sebenarnya tidak menjadi kota sunyi.
Di dalam perencanaan kami tidak hanya meletakan pemerintahan sebagai satu‑satunya kegiatan, tentunya di sana ada universitas, perguruan tinggi yang fokusnya kepada science dan teknologi.
Baca: Hotman Paris Sindir Pria yang Buka Aib Mantan, Akan Gaji Rp 10 Juta untuk Ngelap Sepatu: Agar Sadar
Kita akan mendorong juga pusat industri kreatif untuk Indonesia misalkan. Sehingga ada kegiatan‑kegiatan selain pusat pemerintahan, tapi tidak menjadikan kota ini sebagai kota industri, kota bisnis, atau kota keuangan.
Berapa besaran anggaran yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru?
Anggaran itu nantinya bergerak. Apalagi kalau sudah jelas lokasinya karena itu akan menentukan berapa besar kebutuhan besar infrastruktur. Perkiraan awal kita Rp 466 triliun. Kita sebutnya tidak anggaran, tapi butuh pendanaan sekian.
Pemakaian anggaran itu, APBN akan seminimal mungkin. Kita akan perbanyak kerja sama dengan swasta. Melibatkan peran swasta dan BUMN juga secara langsung.
Baca: Bambang Brodjonegoro: Perekonomian di Jakarta, Pemerintahan Geser ke Kalimantan
Kalaupun menggunakan APBN, kita bisa menggunakan APBN dari sumber penerimaan yang berasal dari kerja sama pemanfaatan aset. Karena ada dua jenis aset yang bisa dikembangkan untuk membangun ibu kota ini.
Aset yang ada di ibu kota itu sendiri, artinya pemerintahan kan menguasai lahan nih. Lahan itu bisa sebagian juga dikerjasamakan dengan pihak swasta dan Jakarta.