Selasa, 30 September 2025

Pilpres 2019

Tim Hukum 02 Sertakan Link Berita dalam Permohonan, Ahli Sebut MK Juga Jangan Jadi Mahkamah Kliping

Sehingga, dia menegaskan, alat bukti harus mempunyai nilai bukan sekadar bahan pemberitaan di media massa

Tribunnews/JEPRIMA
Ahli dari pihak terkait Prof Edward Omar Syarief Hiariej dan Dr Heru Widodo saat memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli dari pihak terkait yakni paslon nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Eddy O.S Hiariej, yang diajukan pihak terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden, menjelaskan mengenai pentingnya pembuktian dalam suatu perkara di Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk memutus suatu perkara, kata dia, diperlukan minimal dua alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim.

Baca: Respons BPN Prabowo-Sandi Sikapi Penolakan Haris Azhar Menjadi Saksi di Mahkamah Konstitusi

Sehingga, dia menegaskan, alat bukti harus mempunyai nilai bukan sekadar bahan pemberitaan di media massa.

"Ada benarnya apa yang dikemukakan Kuasa Hukum Pemohon, MK bukanlah Mahkamah Kalkulator hanya terkait perselisihan hasil perhitungan suara, namun hendaknya MK jangan dijadikan Mahkamah Kliping atau Mahkamah Koran yang pembuktiannya hanya didasarkan pada kliping koran atau potongan berita," kata Eddy, saat memberikan keterangan di ruang sidang lantai 2, Gedung MK, Jumat (21/6/2019).

Dia menjelaskan, apabila mencermati Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, di sejumlah pasal, jelas terlihat yang digali di sidang MK tidak hanya kebenaran meteriil tetapi juga kebenaran formil.

Sehingga, kata dia, persidangan MK adalah mencari kebenaran materiil dalam bingkai kebenaran formil.

"Ada beberapa ketentuan pasal yang mengakomodasi kedua kebenaran tersebut. Di satu sisi, Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan dua alat bukti ditambah dengan keyakinan," kata ahli.

Namun di sisi lain, ahli menyebutkan, perolehan alat bukti secara melawan hukum atau unlawful legal evidence, tidak dapat dijadikan alat bukti.

Hal ini mengedepankan keadilan prosedural yang lebih merujuk pada kebenaran formil.

Menurut dia, dalam kaitan untuk memadukan penggalian kebenaran materiil dan kebenaran formil ada beberapa hal.

Pertama, kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif harus digali kebenarannya oleh Majelis.

Baca: Jenazah Putra Ketua MA Dipulangkan Dari Afrika Selatan

Kedua, kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif tetap dalam bingkai perselisihan hasil suara.

"Ketiga, seberapa signifikan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap selisih jumlah suara. Sayangnya, hal-hal ini sama sekali tidak diungkapkan dalam Fundamentum Petendi (atau pokok gugatan atau pokok tuntutan,-red) Kuasa Hukum Pemohon," tambahnya.

Analisis Hukum Lainnya terkait Permohonan Prabowo-Sandiaga

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan