Rabu, 1 Oktober 2025

Ini Alasan KPK Masih Ngotot Napi Koruptor Harus Dipindah ke Nusakambangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tetap bersikeras untuk menempatkan narapidana kasus korupsi di Lapas Nusakambangan.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Tribunnews.com/ Dennis Destryawan
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Jakarta Selatan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tetap bersikeras untuk menempatkan narapidana kasus korupsi di Lapas Nusakambangan.

Meskipun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan napi koruptor tidak bisa ditempatkan di lapas tersebut, karena bukan merupakan kasus high risk yang harus mendapatkan pengamanan tingkat sangat tinggi atau Super Maximum Security.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa Lapas Nusakambangan memiliki 4 kategori yakni Super Maximum, Maximum, Medium dan Minimum Security.

Ia menjelaskan, kategori Super Maximum Security memiliki dua jenis lapas, begitu pula untuk kategori Maximum Security.

"Untuk lapas kategori Super Maximum Security, di Nusakambangan terdapat Lapas Batu dan Pasir Puti. Sedangkan lapas untuk kategori Maximum Security terdapat Lapas Besi dan Kembang Kuning," ujar Febri, kepada wartawan, Selasa (18/6/2019).

Penampakan Pulau Nusakambangan Cilacap
Penampakan Pulau Nusakambangan Cilacap (Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki)

Sedangkan kategori Medium dan Minimum Security memiliki masing-masing satu lapas.

"Bahkan di Nusakambangan juga terdapat lapas dengan kategori Medium, yaitu Permisan dan Minimum Security yaitu Lapas Terbuka Nusakambangan," kata Febri.

Terkait rencana pemindahan para napi koruptor itu, ia mengaku pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham bahwa untuk napi kasus korupsi tertentu bisa dilakukan pengecualian.

Para napi tersebut menurutnya bisa ditempatkan di Lapas kategori Maximum Security.

"Dari kajian yang dilakukan KPK, dan juga sudah dikoordinasikan bersama Ditjen Pas, Kementerian Hukum dan HAM, para narapidana kasus korupsi tertentu dapat ditempatkan di Lapas Maximum Security," papar Febri.

Febri kemudian menyebut risiko tinggi terkait indikasi terulangnya kasus serupa, menjadi salah satu faktor pengajuan tersebut kepada Kemenkumham, "Salah satu pertimbangannya adalah risiko yang tinggi pengulangan pidana,".

Lebih lanjut ia menyebutkan contoh kasus yang menurutnya mengindikasikan terulangnya kasus suap yakni Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin.

"Khusus dalam tindak pidana korupsi, KPK telah melakukan OTT Kalapas Sukamiskin yang disuap oleh narapidana kasus korupsi di sana," tutur Febri.

Ia menambahkan, praktik suap bisa saja terjadi pada kemudian hari, agar para napi korputor bisa mendapatkan fasilitas yang diinginkan.

"Kami menduga praktik seperti ini sangat beresiko terjadi untuk pihak lain, yaitu menyuap petugas lapas untuk mendapatkan fasilitas tertentu ataupun bentuk pemberian gratifikasi dan uang pelicin," tegas Febri.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa alasan yang diajukan KPK sangat masuk akal, "Sehingga sangat logis jika mereka ditempatkan di Lapas Maximum Security tersebut,".

Febri pun menegaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, khusus Pasal 14 ayat (2) huruf a.

Baca: Klarifikasi Pegawai Inspektorat Tangerang Viral Hina Babu, Amelia Mengaku Ada yang Meretas Akun FB

Baca: Usai Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya, Kivlan Zen: Saya Difitnah

 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved