Divonis 8 Tahun Penjara, Mantan Direktur Keuangan Pertamina Sebut Hakim Abaikan Fakta Persidangan
Sidang beragenda pembacaan putusan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/3/2019) malam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero), Frederick ST Siahaan, menilai tragis putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta di kasus korupsi investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Menurut dia, majelis hakim tidak memperhatikan fakta persidangan saat menjatuhkan hukuman vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
"Saya kira ini suatu yang tragis yang mulia. Banyak fakta persidangan yg diabaikan," ujar Frederick kepada hakim setelah mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/3/2019) malam.
Dia menegaskan, terdapat beberapa fakta sidang yang diabaikan. Pertama, hakim menyatakan keputusan akuisisi Blok Basker Manta Gummy tidak melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baca: Hakim Vonis Mantan Direktur Keuangan Pertamina 8 Tahun Penjara
Padahal, kata dia, penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sudah melalui mekanisme RUPS. Di RKAP sudah termaktub rencana Pertamina untuk melakukan akuisisi sejumlah blok migas dalam rangka eksplorasi.
"Banyak fakta persidangan yang diabaikan. Contoh salah satu tadi dikatakan, ada surat Citi Bank tanggal 29. Padahal Citi Bank mengakui itu tidak pernah ada, yang ada itu e-mail tanggal 27," kata dia.
Selain itu, dia meneruskan, di penyusunan itu dikatakan kewenangan RUPS diserahkan kepada komisaris. Sedangkan, komisaris sudah memberikan persetujuan atas akuisisi Blok BMG.
Contoh kedua, kata dia, upaya investasi itu dikatakan majelis hakim, tidak ada persetujuan direksi. Padahal semua direksi mengakui ada persetujuan direksi tersebut.
Dia membantah tidak ada persetujuan direksi dalam proses akuisisi ini.
"Padahal semua direksi mengakui ada persetujuan direksinya," tambahnya
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederick ST Siahaan divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Frederick ST Siahaan dinyatakan majelis hakim bersalah korupsi dalam investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia. Frederick diyakini hakim telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi.
Sidang beragenda pembacaan putusan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/3/2019) malam.
Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014, Karen Agustiawan, didakwa bersama dengan Ferederick S , Siahaan, Direktur Keuangan PT Peetamina, IR. Bayu Kristanto, manajer merger dan akuisisi (M&A) PT Pertamina periode 2008-2010, dan Genades Panjaitan, Legal Consul & Compliance PT Pertamina periode 2009-2015.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa ketiga mantan petinggi PT Pertamina itu telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT. Pertamina, yang antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Ketentuan atau Pedoman Investasi lainnya.
Ketentuan atau Pedoman Investasi lainnya, yakni dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia Tahun 2009, yaitu telah memutuskan melakukan Investasi Participating Interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu.
Selain itu, menyutujui PI Blok BMG tanpa adanya Due Diligence serta tanpa adanya Analisa Risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa adanya pesetujuan dari Bagian Legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
"Sehingga, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited Australia," kata TM. Pakpahan, selaku JPU saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Atas perbuatan itu, mereka diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 568.066.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana tercantum dalam Laporan Perhitungan Kerugian Negara dari Kantor Akuntan Publik Soewarno, akuntan independen, nomor:032/LAI/PPD/KA.SW/XII/2017.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Asal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.