Minggu, 5 Oktober 2025

Dinilai Tumpang Tindih, Fraksi Partai NasDem DPR RI Kaji Regulasi tentang Pangan

Hal itu, kata Sulaeman, karena melihat temuan di lapangan, yang menunjukkan tumpangtindihnya peraturan yang mengatur pangan.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Fraksi Partai NasDem DPR RI menggelar Focus Group Discussion "Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Revisi UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan", di Ruang Rapat fraksi Nasdem DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/2/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI fraksi Partai NasDem, Sulaeman L Hamzah mengungkapkan partainya kini tengah mengkaji kodifikasi mengenai Undang-Undang yang mengatur pangan di Indonesia, yakni UU No 18 tahun 2012.

Hal itu, kata Sulaeman, karena melihat temuan di lapangan, yang menunjukkan tumpangtindihnya peraturan yang mengatur pangan.

Baca: Jelang Debat Pilpres Kedua, Prabowo Akan Soroti Kedaulatan Pangan

"Saya mau sampaikan bahwa ini sengaja dilakukan karena memang dari Partai NasDem melihat beberapa hal yang pelaksanaan lapangan ternyata tumpang tindih dan beririsan antara satu UU dengan UU lain," ujarnya di Ruang Rapat fraksi NasDem DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

"Nah itu sebabnya ada perintah untuk melakukan penyisiran supaya ini jika memungkinkan ini dilakukan kodifikasi, sehingga demikian UU lebih simpel tetapi pelaksanaan di lapangan bisa lebih efektif, itu tujuannya," kata Sulaeman.

Dengan demikian, kata Sulaeman, UU Nomor 18 tahun 2012 itu bisa lebih tepat sasaran.

Karena, dilihat dari keadaan yang ada sekarang ini, perintah Undang-Undang untuk bisa melahirkan sebuah lembaga pemerintah yang khusus menangani pangan belum terwujud.

"Terkait dengan khusus mengenai UU pangan yang sekarang ini, kita memang memulai dengan itu, kodifikasi dimulai dengan pangan ini," jelasnya.

Selain itu, pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang tersebut perlu ada sinergitas antara satu kementerian dengan kementerian lain.

Sulaeman mencontohkan, impor yang belakangan mendapat sorotan lantaran data yang disuguhkan berbeda.

Baca: Asosiasi Petani Tebu: Gula Impor Bikin Gula Lokal Mulai Tak Laku di Pasar

"Data tidak akurat ini karena memang saling klaim, di satu pihak Kementerian Pertanian yang melakukan produksi di lapangan itu menyatakan bahwa lebih besar produksinya padahal kenyataan di lapangan stok beras kita tidak mencukupi," tuturnya.

"Itu juga memang perlu ada validasi data sehingga dengan demikian para pembantu presiden ini tidak saling berkelahi dihadapan presiden, kan membingungkan rakyat sebetulnya bagaimana mungkin sesama menteri, sesama pembantu presiden tetapi menyuguhkan data yang berbeda satu dengan yang lain, lalu Menko-nya ada di mana yang bisa mempersatukan," tutup Sulaeman.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved