Pengamat Menilai Strategi Grab Jadi Pemicu Terjadinya Perang Tarif
Grab dinilai lebih dulu menerapkan strategi tarif sangat rendah kepada konsumen dan banjir promo.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat transportasi dari teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology/ICT) Heru Sutadi menilai perang tarif dalam bisnis transportasi daring dipicu strategi Grab.
Grab dinilai lebih dulu menerapkan strategi tarif sangat rendah kepada konsumen dan banjir promo.
"Jadi (Grab) tidak bisa lepas tangan begitu saja. Kenaikan angka pengguna Grab sangat dipengaruhi tarif yang terlampau murah dan banjir promo," Heru Sutadi, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (7/12/2018).
Baca: Korban KKB di Puncak Kabo Ini Baru Menikah Setahun Lalu
Menurut Heru, perusahaan asal Malaysia tersebut memang sempat menggencarkan promo tarif Rp 1 demi menjaring pengguna dan menantang Go-Jek di pasar Indonesia.
Sampai akhirnya, kata Heru, Go-Jek merespons tindakan Grab tersebut dengan ikut melakukan penyesuaian tarif dan memberikan promo.
Baca: Sama-sama Berada di Bali, Luna Maya dan Pengusaha Asal Malaysia Ramai Didoakan Berjodoh
Bagi Heru, tindakan Go-Jek merupakan hal yang wajar terjadi dalam urusan persaingan bisnis.
"Kalau Go-Jek melakukan penyesuaian tarif, itu karena Grab melakukan hal tersebut terlebih dahulu. Wajar saja, jadi tak perlu ada kritik," ujarnya.
Baca: Mariana Meninggal di Smoking Area Bus Halmahera
Dalam persaingan ini, kata Heru, tarif yang kompetitif cuma merupakan satu dari tiga komponen upaya menjaring lebih banyak pengguna.
Masih ada dua komponen penentu lainnya, yaitu layanan berkualitas dan kelengkapan layanan dalam satu aplikasi.
Ketiga aspek itu saling berkaitan erat dalam upaya menggaet konsumen lebih banyak lagi.
Hanya, kata Heru menegaskan, strategi penerapan tarif murah untuk konsumen juga harus tetap memperhatikan kesejahteraan mitra pengemudi sebagai pilar di bisnis ini.
Jangan sampai mitra pengemudi malah menjadi pihak yang paling rugi.
Baca: Dengan Jak Lingko, Warga Hanya Bayar Ongkos Sekali Dalam Waktu 3 Jam
"Harus ada jaminan kesejahteraan. Selama ini, kita melihat investasi ke Grab cukup besar, tapi seperti tidak menetes ke pengemudinya. Makanya sampai terjadi demo dan migrasi pengemudi," kata Heru.
Heru melanjutkan, fenomena migrasi mitra pengemudi Grab ke Go-Jek sangat dipengaruhi persoalan kemampuan perusahaan memberikan kenyamanan dan jaminan kesejahteraan.
Menurut Heru, selain soal tarif dan insentif untuk mitra pengemudi Grab terlampau rendah, layanan Go-Jek jauh lebih banyak dan populer guna membantu mendongkrak pendapatan lebih layak.
"Kita semua tahu, popularitas Go-Food dan Go-Send serta skema top up Go-Pay sebagai opsi tambahan pendapatan, belum bisa disaingi oleh Grab. Ini jelas menjadi daya tarik untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih layak," papar Heru.
Sebelumnya, Managing Director Grab Indonesia Rizki Kramadibrata mengkritik penyesuaian tarif yang dilakukan oleh Go-Jek.
VP Corporate Affairs Go-Jek Michael Say merespons kritik tersebut dengan menyatakan bahwa penyesuaian dilakukan justru demi mengikuti kondisi pasar dan menjamin daya saing mitra pengemudi.
Pada kenyataannya, tarif yang diterima mitra pengemudi Go-Jek saat ini justru masih lebih tinggi daripada tarif Grab.
Berdasarkan data perbandingan di lapangan, tarif yang diterima pengemudi Grab adalah Rp 1.200 per kilometer untuk perjalanan jarak dekat, sedangkan Go-Jek memberikan tarif Rp 1.600 per kilometer.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: Pengamat: Grab yang Memulai Perang Tarif