Pemilu 2019
Soal Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg, Ace Hasan: Bawaslu Punya Kewenangan Terjemahkan Undang-undang
Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa partainya sejak awal konsisten bahwa aturan dalam Pemilu harus sesuai dengan Undang-undang.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa partainya sejak awal konsisten bahwa aturan dalam Pemilu harus sesuai dengan Undang-undang.
Karena itu dalam menyikapi polemik larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut dalam Pemilu Legislatif 2019, menurutnya sebaiknya merujuk kepada undang-undang.
Baca: Mahasiswi UIN Jakarta Jadi Korban Jambret Hingga Terluka Parah, Begini Kronologi Kejadiannya
"Jadi perlu saya tegaskan bahwa KPU punya kewenangan tetap untuk membuat PKPU tapi Bawaslu juga punya kewenangan untuk menerjemahkan UU. Seharusnya masing-masing harus saling menghargai dan menghormati kewenangan masing-masing berdasarkan atas tafsir mereka terhadap UU," ujar Ace di Komplkes Parlemen, senayan, Jakarta, Selasa, (4/9/2018).
Menurut Ace, sejak awal Golkar konsiten mengikuti peraturan Pemilu.
Saat PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota diterapkan, partai tidak mencalonkan mantan napi sebagai Bacaleg.
Baca: DPR Minta Tindak Tegas Perusahaan Pencemar Air Kali Bekasi
Namun kemudian setelah Bawaslu mengeluarkan keputusan merujuk pada Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 maka partainya pun mengikutinya.
"Tapi karena keputusan Bawaslu ini belakangan, maka kita juga akan ikut terhadap apa yang jadi keputusan dan kewenangan lembagai itu," katanya.
Golkar menurut Ace mendukung penuh semangat pemberantasan korupsi.
Dalam mengikuti Pileg dan Pilpres, partainya akan taat pada perundang-undangan.
Baca: Anies Baswedan Berbagi Cerita Saat Kunjungi Rumah Jonatan Christie yang Terletak di Gang Kecil
"Kan pertanyaannya soal apakah Bawaslu akan punya kewenangan utk menggunakan UU, ya bawaslu juga punya kewenangan. Itu artinya partai Golkar akan patuh dan taat pada apapun yang diputuskan oleh penyelenggara pemilu," katanya.
Sebelumnya dua penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu berbeda pandangan mengenai larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.
KPU menerbitkan PKPU nomor 20 tahun 2018 yang didalamnya terdapat larangan tersebut.
Namun Bawaslu meloloskan 12 Bacaleg mantan Koruptor karena berpedoman pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Polemik tersebut kemudian dibawa ke Mahkamah Agung, PKPU yang diterbitkan KPU tersebut lalu diuji materikan.
Hingga kini MA belum memutuskan uji materi tersebut.