Rabu, 1 Oktober 2025

Akses terhadap Laku Pandai dan LKD Bertumbuh Signifkan

Penelitian tersebut dilakukan di 10 Provinsi dan 22 Kabupaten/Kota, menyasar sekitar 1.038 responden

Editor: Eko Sutriyanto
Kontan/Baihaki
Laku pandai 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menegaskan adanya pertumbuhan yang signifikan terkait akses masyarakat terhadap layanan inklusi keuangan, baik melalui Laku Pandai maupun Layanan Keuangan Digital (LKD).

Berdasarkan hasil penelitian terbaru LPEM UI periode Oktober 2017 – Januari 2018, diketahui ingkat inklusi layanan Laku Pandai mencapai 43% dan LKD mencapai 28%.

Penelitian tersebut dilakukan di 10 Provinsi dan 22 Kabupaten/Kota, menyasar sekitar 1.038 responden.

Responden terdiri atas 233 pengguna LKD, 448 pengguna Laku Pandai, dan 357 yang bukan pengguna kedua layanan inklusi keuangan tersebut.

Provinsi yang menjadi wilayah studi meliputi Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara.

Peneliti Senior dari LPEM UI Chaikal Nuryakin mengatakan,biaya akses yang lebih rendah dibandingkan dengan layanan keuangan bank dan non-bank menjadi alasan mengapa masyarakat mengakses Laku Pandai.

Kualitas layanan Laku Pandai juga dinilai lebih baik dibandingkan layanan keuangan non-bank dan non-formal. Sementara itu, LKD dinilai unggul soal pelayanan dan keberhasilan transaksi dibandingkan dengan lembaga non-formal.

Baca: KJT Ok Oce Laku Pandai Bakal Latih Pedagang Warung Kelontong

“Akses terhadap Laku Pandai tersebut mendorong pertumbuhan kepemilikan rekening menjadi 25% dan LKD sekitar 5%. Agen Laku Pandai sebaiknya dibekali dengan sarana dan sistempembukaan rekening yang sederhana, dan masyarakat harus terus menerus diimbau untuk membuka rekening sehingga pertumbuhan akses layanan inklusi keuangan itu sejalan dengan pertumbuhan pembukaan rekening baru,” katanya, Selasa (10/4/2018).

Anggota Tim Peneliti LPEM Universitas Indonesia Prani Sastiono mengemukakan, beberapa hal yang masih menjadi hambatan pertumbuhan inklusi keuangan melalui Laku Pandai dan LKD, antara lain sebagian responden masih belum mengetahui adanya Laku Pandai dan LKD, sedangkan sebagian lainnya menyatakan tidak membutuhkan layanan tersebut.

Indikasi lain adalah biaya yang lebih tinggi terutama untuk penarikan dan pembayaran menyebabkan Laku Pandai kehilangan keunggulan dalam hal biaya dibandingkan dengan layanan keuangan lain yang disediakan lembaga non-bank dan non-formal.

Layanan Laku Pandai dan LKD dinilai masih tidak mudah untuk melakukan transaksi dibandingkan layanan keuangan non-formal.

“Hal lain yang diungkapkan adalah cukup banyak responden untuk yang tidak memiliki akses layanan keuangan formal tidak mampu memenuhi saldo minimal rekening Laku Pandai sebesar Rp20 ribu dan tidak bersedia membeli kartu LKD sebesar Rp50 ribu.

Rata-rata willingnes to pay (wtp) dari kartu LKD untuk bukan pengguna hanya berkisar Rp5000-8000 dengan saldo minimal pertama antara Rp10000 – 28000. Biaya top up sebesar Rp2000 -2.500,” katanya.

Prani mengatakan, perlu dilakukan pemetaan lokasi dan sosialisasi di wilayah masyarakat yang belum banyak memiliki rekening bank.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved