Jumat, 3 Oktober 2025

6 WNI Korban Sandera Kelompok Bersenjata Benghazi Dibebaskan

Keenam laki-laki WNI korban penyanderaan kelompok milisi bersenjata Benghazi, Libya, sudah bisa bernafas lega, Senin (2/4/2018).

TRIBUNNEWS.COM, BENGHAZI - Keenam laki-laki WNI korban penyanderaan kelompok milisi bersenjata Benghazi, Libya, sudah bisa bernafas lega, Senin (2/4/2018).

Hal itu tak lain karena para anak buah kapal (ABK) Salvatur 6 berbendera Malta itu telah bebas dan mampu berkumpul dengan keluarganya.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, membeberkan kronologi bagaimana upaya hingga proses pembebasan para korban sandera itu.

Baca: Aktivis HAM Tuntut Aceh Bebaskan Dua Pasangan Gay

"Pada tanggal 23 September 2017, kapal penangkap ikan Salvatur 6 berbendera Malta ditangkap oleh kelompok milisi yang berbasis di Benghazi. Penangkapan terjadi sekitar 23 mile laut dari Benghazi, Libya," ujar Retno di Kantin Diplomasi, Kemenlu, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).

Dalam penangkapan tersebut, kata dia, para milisi bukan hanya merampas seluruh peralatan kapal, namun juga mengambil seluruh barang pribadi milik korban. Termasuk telepon genggam dan gaji yang mereka kumpulkan selama ini. 

Baca: Eli Yulianti, Gadis yang Doyan Bermain dengan Ulat Bulu

Karena korban tidak memiliki akses komunikasi, Pemerintah Indonesia baru mengetahui kejadian penyanderaan tersebut lima hari berselang.

"Iya, jadi tanggal 28 September 2018 ada informasi dari pemilik kapal di Malta melalui KBRI Roma," ungkap Retno.

Sejak menerima kabar penyanderaan tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk memperoleh akses kepada kelompok penyandera.

Namun demikian, lanjutnya, baru pada akhir Desember 2017 KBRI Tripoli memperoleh akses komunikasi langsung kepada kelompok bersenjata di Benghazi.

Dari komunikasi tersebut KBRI Tripoli berhasil mendapatkan persetujuan dari kelompok penyandera untuk memberikan akses komunikasi bagi 6 WNI.

"Akses komunikasi tersebut memudahkan Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan proof of life dan memonitor kondisi para WNI," kata dia.

"Setelah melalui berbagai persiapan dan perencanaan yang matang, dengan didahului komunikasi intensif dengan pihak-pihak di Benghazi, pada tanggal 23 Maret Tim Gabungan KBRI Tripoli, Kemlu dan BIN menuju Benghazi dengan jalur udara melalui Tunisia," imbuhnya lagi.

Namun, hal ini sempat beberapa kali tertunda, akibat tidak ada kesepakatan. Tim Kemenlu akhirnya berhasil mencapai kesepakatan dengan pihak-pihak di Benghazi mengenai mekanisme dan lokasi penyerahan sandera.

"Alhamdulillah pada tanggal 27 Maret 2018 pukul 12.30 Waktu Setempat, keenam ABK diserahkan kepada tim di pelabuhan Benghazi," jelasnya.

Ia menjelaskan jika tim pembebasan masuk ke Benghazi melalui jalur udara dari Tunisia. Setelah pembebasan dilakukan, Tim KBRI Tripoli bersama 6 ABK kembali ke Tunisia melalui jalur udara pada tanggal 29 Maret.

Sementara itu, Kuasa Usaha ad interim KBRI Tripoli, Iskandar Suksmadi, bersama Tim Kemlu dan BIN kembali melalui Tripoli dan dari Tripoli menempuh jalur darat selama 12 jam menuju Ibu Kota Tunisia, Tunis.

Lebih lanjut, Retno mengatakan jika proses pembebasan bukan perkara mudah. Selain karena situasi keamanan di Benghazi yang masih sangat rawan, situasi politiknya juga sangat kompleks.

Sebagaimana diketahui, Benghazi saat ini dikuasai oleh keleompok bersenjata anti Pemerintah Pusat Libya di Tripoli. Sebagain besar negara anggota PBB, termasuk Indonesia hanya mengakui pemerintah di Tripoli.

Karena itulah, ia sangat mengapresiasi kerja keras tim gabungan yang berhasil membebaskan para sandera.

"Saya mengapresiasi rekan-rekan kami di KBRI Tripoli yang sudah bekerja keras dan mengambil resiko untuk pembebasan ini. Demikian pula dengan Tim dari Kemlu dan BIN yang turun langsung mengawal proses pembebasan tersebut dengan dukungan penuh dari KBRI Tunis," pungkasnya.

Simak videonya di atas. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved