WNI Dihukum Mati
Jokowi Gagal Selamatkan Muhammad Zaini dari Eksekusi Mati
Muhammad Zaini Misrin, warga Desa Kebun, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur dieksekusi oleh pemerintah Arab Saudi, Minggu.
Dalam menghadapi proses hukum tersebut, Zaini hanya didampingi penerjemah asal Arab Saudi.
Ironis bagi Zaini, penerjemah tersebut juga ikut memaksanya mengakui kasus pembunuhan yang dituduhkan kepadanya.
Saat menggelar jumpa pers kemarin, beberapa organisasi masyarakat Serikat Buruh Migran Indonesia (SMBI), Jaringan Buruh Migran (JBM), Human Rights Working Group (HRWG), dan Komisi Migran KWI menyatakan, eksekusi terhadap Zaini Misrin adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Apalagi jika menurut Zaini Misrin bahwa dia dipaksa untuk mengakui melakukan pembunuhan setelah mengalami tekanan dan intimidasi dari otoritas Saudi Arabia.
Pada proses persidangan hingga dijatuhkan vonis hukam mati, Zaini Misrin juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.

Ada beberapa kejanggalan dalam proses eksekusi mati Zaini Misrin dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip-prinsip fair trial serta pengabaian pada hak-hak terdakwa.
Zaini Misrin sempat berkomunikasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah pada bulan November 2008 setelah divonis hukuman mati.
"Kami mengecam, mengutuk eksekusi hukuman mati terhadap Muhammad Zaini Misrin.
Eksekusi tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling dasar: yaitu hak atas hidup. Menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Nota Protes Diplomatik kepada Kerajaan Saudi Arabia dan mempersona non gratakan Duta Besar Kerajaan Saudi Arabia untuk Indonesia," Wahyu menegaskan.
Para organisasi pemerhati juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengerahkan sumber daya politik dan diplomasi untuk mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia dan melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati di indonesia sebagai komitmen moral menentang hukuman mati terhadap siapapun.
Meningkat
Kantor berita BBC melaporkan hukuman mati terhadap Zaini Misrin Arsyad menguatkan temuan bahwa Arab Saudi meningkatkan eksekusi mati sejak 2017.
Dalam laporannya, organisasi hak asasi manusia Reprieve mengatakan peningkatan eksekusi mati bertepatan dengan diangkatnya Pangeran Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota pada Juni 2017.
"Hal ini kontras dengan serangkaian reformasi yang ditempuh di kerajaan dan terpampang sebagai tajuk utama media," sebut Reprieve.
Dr Kristian Coates Ulrichsen, peneliti Kebijakan Publik dar Rice University, mengatakan kepada BBC bahwa jumlah eksekusi di Arab Saudi sejatinya sudah meningkat drastis sejak 2015.
Pada akhir 2015 saja, lembaga Human Rights Watch melaporkan lebih dari 150 orang telah dieksekus di Arab Saudi—jumlah tertinggi yang dicatat lembaga tersebut selama 20 tahun terakhir.
"Penilaian saya tingginya jumlah eksekusi ini sebagian disebabkan keputusan pihak berwenang Saudi untuk melaksanakan vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan namun belum diwujudkan pada masa kekuasaan Raja Abdullah. Sulit menentukan satu penyebab tertentu selama delapan bulan terakhir yang bisa menjelaskan mengapa ada lonjakan mendadak," ujarnya.