MA: Pelarangan Sepeda Motor Melintas di Jalan Melanggar HAM
Dalam putusannya, Abdullah mengatakan mejelis hakim memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Mahkamah Agung menilai terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terkait Peraturan Gubernur (Pergub) pelarangan sepeda motor melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah mengatakan hal itu menjadu dasar majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan pemohon Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar.
Kemudian, menyatakan Pergub tersebu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Baca: Agun Gunandjar: Pansus Angket KPK Segera Mengakhiri Tugasnya
"Dalam Pergub itu sepeda motor dilarang melintas. Adanya larangan kepada pengendara motor, otomatis yang dilarang wajib pajak yang tiap bulan bayar pajak. Setiap pengendara kan dikenakan pajak kenapa dilarang. Jadi prinsip pelanggaran HAM," kata Abdullah di kantornya, Jakara, Jumat (12/1/2018).
Dalam putusannya, Abdullah mengatakan mejelis hakim memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kata Abdullah, sepanjang Pemerintah Daerah DKI Jakartay belum bisa memberi aksebilitas untuk sepeda motor menikmati Jalan MH Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia sampai Medan Merdeka Barat maka larangan itu bertentangan dengan peraturan yang sudah ada.
Baca: Fredrich Mangkir dari Panggilan KPK karena Khawatir Langsung Ditahan di Jumat Keramat?
Menurut dia, dengan diumumkannya keputusan tersebut di berita negara maka peratuan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
"Ketika sudah diputus MA dan diumumkan di berita negara maka putusan itu menjadi berkekuatan hukum," kata dia.
Peraturan tersebut adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor. Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai hakim Irfan Fachruddin menilai Pasal 1 Ayat 1 dan 2 Pergub Nomor 195 Tahun 2014 juncto Pasal 3 Ayat 1 dan 2 Pergub Nomor 141 Tahun 2015 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan yang dimaksud yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.