Kamis, 2 Oktober 2025

Kaleidoskop 2017

Geliat Proyek e-KTP yang Menjerat Pejabat Tinggi Negara

Sepanjang 2017, perhatian publik Indonesia tersorot skandal kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP periode 2011-2012.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Terdakwa Setya Novanto menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/12/2017). Setya Novanto keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang mendakwa dirinya atas kasus korupsi KTP elektronik dengan ancaman hukuman maksimal berupa pidana penjara selama 20 tahun. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Ketika itu pemenang tender pengadaan e-KTP sebagai penyedia perangkat keras dan perangkat lunak. KPK menduga ada aliran dana dari pemenang tender ke sejumlah pihak, termasuk wakil rakyat di DPR.

Setelah melakukan penyelidikan, KPK menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri, sebagai tersangka pertama kasus korupsi e-KTP, pada Selasa 22 April 2014.

Dia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013. Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, sebagai tersangka.

Dia bersama-sama dengan Sugiharto, memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang.

Berselang satu bulan kemudian, KPK menahan Sugiharto di Rumah Tahanan Guntur. Sementara itu, Irman ditahan KPK pada 21 Desember 2016. Walau ditetapkan sebagai tersangka, Irman mengajukan surat permohonan sebagai justice collaborator untuk membongkar kejahatan di proyek e-KTP.

Selain itu seiring proses pengungkapan kasus, KPK mengumumkan telah menemukan bukti terkait keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP, pada 8 Februari 2017. Pihak komisi anti rasuah itu mengimbau kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikan kepada negara melalui lembaga tersebut.

“Kami memiliki bukti dan informasi adanya indikasi pihak lain yang menerima atau menikmati aliran dana terkait kasus e-KTP ini. Oleh karena itu, secara persuasif kita sampaikan sebaiknya pihak yang menerima aliran dana tersebut, termasuk sejumlah anggota DPR, melakukan pengembalian uang kepada KPK dalam rangkaian penyelesaian perkara ini. Itu imbauan yang kami sampaikan saat ini," tutur Febri Diansyah. 

Berselang dua hari setelah pemberitahuan itu, KPK menerima uang Rp 250 miliar dengan rincian Rp 220 miliar dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp 30 miliar dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya.

Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.

Akhirnya, KPK melimpahkan berkas kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada 1 Maret 2017. Sidang perdana terkait kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta digelar pada Kamis 9 Maret 2017. 

Di sidang pertama beragenda pembacaan surat dakwaan, hadir dua orang terdakwa, yaitu Irman dan Sugiharto. Sejumlah nama disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP. Puluhan anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.

Mereka turut terlibat menerima uang, yaitu mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, sejumlah 4,5 juta dollar AS dan Rp 50 juta, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, sejumlah 2,7 juta dollar AS dan Rp 22,5 juta, Ketua Panitia Pengadaan e-KTP, Drajat Wisnu Setyawan, sejumlah 615.000 dollar AS dan Rp 25 juta, Enam anggota panitia lelang, masing-masing sejumlah 50.000 dollar AS.

Lalu, Husni Fahmi sejumlah 150.000 dollar AS dan Rp 30 juta, Anas Urbaningrum sejumlah 5,5 juta dollar AS, Melcias Marchus Mekeng (saat itu Ketua Banggar DPR) sejumlah 1,4 juta dollar AS, Olly Dondokambey sejumlah 1,2 juta dollar AS, Tamsil Linrung sejumlah 700.000 dollar AS, Mirwan Amir sejumlah 1,2 juta dollar AS, Arif Wibowo sejumlah 108.000 dollar AS, Chaeruman Harahap sejumlah 584.000 dollar AS dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo sejumlah 520.000 dollar AS.

Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI sejumlah 1,047 juta dollar AS, Mustokoweni sejumlah 408.000 dollar AS, Ignatius Mulyono sejumlah 258.000 dollar AS, Taufiq Effendi sejumlah 103.000 dollar AS, Teguh Juwarno sejumlah 167.000 dollar AS, Miryam S Haryani sejumlah 23.000 dollar AS, Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramain, Djamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR RI masing-masing 37.000 dollar AS, Markus Nari sejumlah Rp 4 miliar dan 13.000 dollar AS, Yasonna Laoly sejumlah 84.000 dollar AS, Khatibul Umam Wiranu sejumlah 400.000 dollar AS, M Jafar Hafsah sejumlah 100.000 dollar AS, Ade Komarudin sejumlah 100.000 dollar AS.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved