Kamis, 2 Oktober 2025

Aset Obligor BLBI Diprediksi Tembus Rp 1.000 Triliun

Bhima Yudhistira meminta kepada KPK untuk dapat memeriksa seluruh pengambil kebijakan dalam penerbitan SKL BLBI

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Wapres Boediono tiba di gedung KPK Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, Kamis (28/12/2017). Boediono menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira meminta kepada KPK untuk dapat memeriksa seluruh pengambil kebijakan dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

Pasalnya, kata dia, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin Arsyad Temenggung yang saat ini ditahan KPK, merupakan satu diantara pengambil kebijakan.

"Kasusnya sebenarnya sudah terlihat, bukti juga sudah ada. Tinggal diperiksa saja seluruh pengambil kebijakan saat itu," ujarnya saat dihubungi, Jakarta, Kamis ( 28/12/2017).

Baca: Sedan Mercedes-Benz Klasik ini Adalah Koleksi Adolf Hitler, Seperti Ini Penampakannya

Dia menjelaskan kebijakan penerbitan SKL saat itu dinilai mengada-ada dan tidak berdasar. Sehingga, perlu adanya penyidikan dan penyelidikan terhadap mereka yang mengambil kebijakan dan juga obligor atau penerima dana BLBI.

Hal itu dikatakan olehnya menyusul dari pemeriksaan Wakil Presiden ke 11 RI, Boediono di KPK sebagai saksi atas tersangka Syafrudin A Temenggung dan juga kapasitas Boediono sebagai menteri keuangan pada 2004 lalu.

Setidaknya, dari 21 nama obligor yang mendapat dana BLBI, masih ada di Indonesia dan menjalankan usahanya secara lancar. Beberapa diantaranya, kata Bhima, bahkan, diketahui telah mengembangkan bisnisnya secara luas dan tidak membayar kewajibannya untuk membayar utang.

Bhima menguraikan prediksi pihaknya, jika 21 obligor itu dirampas asetnya untuk negara, maka setidaknya negara dapat menyita Rp 1.000 triliun.

"Prediksinya jika uang yang dipakai dari BLBI kemudian dikembangkan menjadi bisnis lainnnya. Ya mencapai segitu. Tapi ini baru prediksi sementara," katanya.

KPK dinilai harus menelusuri dana BLBI yang sudah dipakai oleh para peminjam dana tersebut. "KPK harus mengejar aset para obligor ini," ucapnya.

Namun begitu, dia mengatakan hal ini akan sulit dilakukan. Mengingat, dana BLBI sudah lama dikucurkan dan alirannya, tidak akan mudah ditemui.

"Harus kerja sama dengan kementerian keuangan dan juga PPATK. Memang sulit, tapi bisa dilakukan," tukas Bhima.

Jika, hal itu sama sekali tidak dilakukan, maka negara akan terus membayar utang BLBI sampai jatuh tempo pada 2043 mendatang termasuk dengan bunga yang diberikan.

Enam Jam Diperiksa

Wakil Presiden ke 11 RI, Boediono mengaku diperiksa oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai Menteri Keuangan pada 2004 lalu. Tahun yang sama dengan terbitnya Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) oleh Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafrudin Arsyad Temenggung.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved