Sabtu, 4 Oktober 2025

Kaleidoskop 2017

Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM, Jokowi Jangan Melempem!

Bentangan payung hitam merupakan bentuk upaya para keluarga korban menuntun penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti aksi Kamisan ke-505 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/9/2017). Dalam aksinya selain meminta pemerintah serius untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu, juga untuk memperingati 13 tahun dibunuhnya Munir Said Thalib. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

"justru pengangkatan Pak Wiranto ini penghinaan bagi kami keluarga korban terutama setiap hari Kamis yang terus mengadakan aksi damai. ini penghinaan," tegas Sumarsih.

PR Yang Belum Naik Kelas

Anggota Amnesty Internasional Indonesia, Puri Kencana Putri menilai bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM masih menjadi PR pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dia juga menyebut bahwa pernyataan Presiden Jokowi saat memperingati hari HAM pada 10 Desember lalu menunjukkan bahwa kasus pelanggaran HAM di Indonesia itu masih ada.

Hal itu, kata Puri, menunjukkan sentimen kepada keluarga korban bahwa presiden akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Namun, nyatanya saat ini penyelesaian kasus pelanggaran HAM masih sebatas folderisasi (memfolder-folderkan). Bahkan folderisasi tersebut belum naik kelas.

Baca: Sepekan PKL Diberi Lapak oleh Pemprov DKI, Warga: Gak Dikasih Aja Macet, Apalagi Sekarang

"hari ini, baru di folderisasi baru masuk folder sebagai PR yang belum naik kelas," terang Puri Kencana.

Puri menjelaskan, pemfolderan yang belum naik kelas yang dimaksut yakni pemerintah belum melalukan upaya serius untuk menyelesakan kasus pelanggaran HAM. Bahkan, Puri menduga menjelang Pilkada dan Pilpres mendatang, kasus pelanggaran HAM akan tertutup.

"PR pelanggaran HAM naik kelas dalam arti mungkin ada penyelidikannya, mungkin ada pengadilan HAM nya, mungkin ada bentuk keadilan-nya, itu kayaknya pintunya tertutup aja," papar Puri.

Selain itu, hasil pengamatan Amnesty Internasional Indonesia selama satu tahun belakangan, menduga program prioritas pemerintah seperti pembangunan, ultranasionalisme dan moralitas justru akan membuat penyelesaian pelanggaran HAM semakin tertunda.

"Amnesty selama setahun ini sudah kita sampaikan ada tiga prioritas utama yang dilakukan pemerintah tetapi seakan menimbun, menutupi prioritas hak asasi manusia termasuk PR pelanggaran HAM masa lalu," kata Puri.

Seharusnya, kata Puri, Pemerintahan sekarang punya modal besar untuk menyelesaikan PR tersebut. Terlebih, saat ini Pemerintah mendapat dukungan publik terhadap figur pemerintahan saat ini.

"Pemerintah selalu berdalih kasus-kasus pelanggaran HAM yang tertunda ini sebagai pekerjaan rumah, padahal sebenarnya kalau kita melihat modalitas pemerintahan hari ini cukup besar termasuk juga dukungan publik terhadap figur pemerintahan hari ini juga bisa dimanfaatkan dalam arti untuk mendorong kualitas HAM yang lebih baik," papar Puri.

Jalan Ditempat

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu terus diupayakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Bahkan, Komnas HAM telah memasukan berkas berupa bukti-bukti terkait pelanggaran HAM berat masa lalu ke Pemerintah memalui Kejaksaan Agung.

Namun, menurut Kordinator Sub Komisi Kajian HAM, Beka Ilung Hapsara berkas tersebut mandek di Kejaksaan Agung. Mandeknya berkas tersebut, menurut Beka, Kejaksaan Agung enggan melakukan lanjutan berkas Komnas HAM karena adanya perbedaan emplememtasi penyebutan nama serta kewenangnan peyelesaian kasus tersebut.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved