KSPI: Larangan Menikahi Teman Sekantor Merupakan Bentuk Diskriminasi
KSPI mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut larangan pekerja dalam satu perusahaan menikah.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut larangan pekerja dalam satu perusahaan menikah.
Diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Presiden KSPI Said Iqbal pun menyampaikan 3 hal yang membuat KSPI mengapresiasi putusan MK tersebut.
"Pertama, berdasarkan Konvensi organisasi perburuhan dunia ILO, tidak boleh ada diskriminasi dalam dunia kerja," ujar Said Iqbal, di Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Baca: Sebulan Menikah, Kahiyang Ayu Punya Kerjaan Baru yang Tak Terduga, Bikin Netizen Kagum
Larangan pekerja dalam satu perusahaan menikah, kata Said, adalah bentuk diskriminasi.
Hal itu lantaran biasanya salah satu pekerja (yang memiliki pasangan dalam perusahaan yang sama) harus mengundurkan diri.
Ia menuturkan bahwa pekerja perempuan rentan menjadi korban dalam konteks ini.
Kedua, berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dengan adanya larangan pekerja dalam satu perusahaan menikah (jika menikah salah satu harus mengundurkan diri), maka hal itu sama saja telah mencabut hak pekerja untuk tetap mendapatkan pekerjaan.
"Terakhir, dalam dunia ketenagakerjaan modern ini, sudah tidak relevan lagi mensyaratkan mengenai perkawinan," ungkapnya.
Sebab saat ini, menurut Said Iqbal, yang menjadi penilaian utama dalam perusahaan adalah profesionalisme, efisiensi kerja, dan keterampilan (skill).
Lebih lanjut, Said Iqbal pun mengimbau agar seluruh pengusaha di Indonesia dan Apindo menjalankan keputusan MK, dengan tidak lagi melarang pekerja dalam satu perusahaan menikah.