Korupsi KTP Elektronik
Kursi Setya Novanto 'Digoyang'
Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar menggelar rapat pleno Selasa (21/11/2017) besok. rapat ini akan membahas nasib Setya Novanto
Laporan wartawan, Wahju Aji dan Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar menggelar rapat pleno Selasa (21/11/2017) besok. Sedianya, rapat ini akan membahas nasib Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang saat ini sudah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin mengungkapkan, partainya belum dapat memastikan, apakah akan menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) sebagai forum tertinggi untuk pemilihan ketua umum baru.
Ia mengaku enggan mendahului hasil pleno. "Ya, mau munaslub atau tidak munaslub itu tergantung kajian evaluasi melalui rapat pleno DPP Partai Golkar," katanya.
Nurdin Halid mengatakan, dirinyalah yang mungkin menjalankan roda organisasi mengantikan Ketua Umum Golkar Setya Novanto. "Jadi begini, sekarang ini semua akan dibicarakan dalam rapat pleno. Jadi saya sebagai ketua harian sekarang memimpin organisasi, menghantar rapat pleno," katanya.
Nurdin menjelaskan, dalam rapat pleno DPP Golkar akan memutuskan apakah ada pelaksana tugas hingga musyawarah nasional.Menurutnya, kendali organisasi dibawahnya diatur oleh AD/ART Partai Golkar. "Iya memang kalau AD/ART, Ketua Harian otomatis, kalau ketua umum berhalangan," katanya.
Nurdin mengaku siap jika diminta pleno DPP Golkar untuk menjabat Plt Ketum Golkar. "Oiya. Otomatis itu harus kita terima. Karena itu tugas. Tanggungjawab," katanya.
Ketua DPP Partai Golkar Andi Sinulingga menjelaskan dalam rapat pleno DPP Partai Golkar yang akan digelar membahas sejumlah masalah yang menjerat partai. Tentu saja, yang juga menjadi bahasan adalah masalah hukum yang kini dihadapi Setya Novanto. Termasuk, siapa calon yang mungkin mengganti posisi Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar.
"Insya Allah, banyak orang menghendaki begitu untuk kepentingan partai dan juga merespon aspirasi publik," kata Andi.
Sementara itu politikus Golkar yang dipecat Novanto, Yorrys Raweyai menjelaskan, soal siapa yang berhak menjabat pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar menggantikan Novanto.
"Besok ada pleno kan, pertama di pleno itu menonaktifkan ketum kemudian setelah itu tahapan berikut, membicarakan tentang siapa akan menjabat sebagai Plt untuk mengantar kepada Munas," katanya.
Menurutnya, jika sesuai dengan AD/ART Partai Golkar maka yang mungkin menggantikan Novanto adalah Nurdin Halid yang menjabat sebagai Ketua Harian DPP Partai Golkar.
"Kalau kita bicara sesuai adart dan tata kerja ya ketua harian. Itu kan jelas kalau ketua umum berhalangan maka ketua harian akan menggantikan, itu mekanisme formal jadi itu tidak usah dibicarakan lagi kan," katanya.
Yorrys menilai, Sekjen Golkar Idrus Marham tak bisa menjadi Plt lantaran tidak sesuai dengan aturan Golkar. "Idrus ngga mungkin, dia sekjen kan mana bisa sekjen jadi plt, mana bisa. Jangan merusak tatanan yang sudah ada. Itu ketua harian yang harus menggantikan baca aturan aja," tambahnya.
Nama Menteri Perindustrian Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama politisi Golkar lain juga masuk bursa sebagai calon pengganti Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Saat ditemui di Istana usai bertemu dengan Presiden Jokowi, Airlangga tidak banyak berkomentar. Airlangga mengatakan, dirinya hanya bergantung kepada dua hal. Pertama yakni kepada aspirasi sejumlah DPD Golkar."Pertama, saya bergantung kepada aspirasi yang berkembang di daerah," ujar Airlangga.
Kedua, kata Airlangga, dirinya tergantung kepada apa yang menjadi sikap Presiden Jokowi. Sebab, Ketua Koordinator Bidang Perekonomian Partai Golkar itu mengatakan dirinya kini masih menjabat sebagai menteri yang merupakan pembantu Presiden Jokowi. "Kedua, kepada bapak (Presiden). Saya kan pembantu Presiden dan kader partai," kata Airlangga.
Sementara Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memastikan, akan menggelar rapat khusus, membahas dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR. Kini, Novanto ditahan untuk 20 hari ke depan sebagai tersangka kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).