Korupsi KTP Elektronik
Divonis 5 Tahun Penjara, Ketua Umum Partai Hanura: Miryam S Haryani Diberhentikan
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, merespon vonis majelis hakim terhadap Miryam S Haryani.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, merespon vonis majelis hakim terhadap Miryam S Haryani.
Miryam divonis 5 tahun penjara atas kasus memberi keterangan palsu terkait kasus e-KTP.
Menurutnya, Partai Hanura langsung memberhentikan Miryam S Haryani dari keanggotaan.
Baca: KPK Menang Lawan Miryam Karena Yakin Bau Durian Hanya Alasan
"Berhentikan (dari keanggotaan partai)," kata OSO sapaanya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Ketua DPD RI ini juga memerintahkan Fraksi Partai Hanura di DPR untuk memproses pergantian posisi Miryam sebagai anggota DPR.
Proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Miryam akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Baca: KPK Perpanjang Penahanan Wali Kota Batu Nonaktif Hingga Satu Bulan Ke Depan
"PAW-nya akan dilaksanakan. Ya kepada fraksi (perintah untuk proses PAW)," katanya.
Diberitakan sebelumnya, dari delapan tahun tuntutan penjaran, terpidana mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani divonis penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Miryam terbukti memberikan keterangan tidak benar dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP tahun anggaran 2011-2012 yang menjerat Sugiharto dan Irman.
Baca: Kuasa Hukum Setya Novanto Harap MK Segera Gelar Sidang Uji Materi Agar Kasusnya Tidak Menggantung
"Mengadili menyatakan terdakwa Miryam S Haryani telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam perkara tindak pidana korupsi," kata Hakim Ketua Frangki Tambuwun saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat tidak ada bukti yang menunjukkan Miryam telah diancam dan ditekan oleh tiga penyidik KPK yang memeriksanya yakni Novel Baswedan, M Irwan Susanto dan Ambarita Damanik.