Korupsi KTP Elektronik
KPK Pilih Pelajari Surat Dari DPR Ketimbang Izin Presiden atau Jemput Paksa Setya Novanto
"Apakah akan panggilan ketiga atau panggil paksa, kami belum putuskan. Kami akan pelajari surat Setya Novanto dulu,"
Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam kasus korupsi e-KTP untuk tersangka Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo (ASS), Setya Novanto sudah dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam panggilan kedua hari ini, Senin (6/11/2017), ketidakhadiran Setya Novanto ini diketahui lantaran KPK menerima surat tertanggal 6 November 2017 dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR yang ditandatangani Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti.
Baca: Empat Karyawan Jasa Marga Dipanggil KPK
Dalam surat tersebut Sekjen DPR menyatakan, Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan penyidik KPK. Sekjen DPR berdalih pemeriksaan terhadap Setya Novanto sebagai Ketua DPR harus berdasar izin Presiden.
Menurutnya itu sesuai dengan ketentuan Pasal 254 ayat (1) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan 'Pemanggilan dan Permintaan Keterangan untuk Penyidikan terhadap Anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden'.
Baca: KPK Periksa Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Tegal Terkait Suap Wali Kota Tegal
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan mempelajari dan mengkaji lebih dulu surat tersebut.
"Apakah akan panggilan ketiga atau panggil paksa, kami belum putuskan. Kami akan pelajari surat Setya Novanto dulu," ucap Febri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Soal apakah KPK akan mengabulkan permintaan Setya Novanto dengan meminta izin kepada presiden, menurut Febri hal itu belum diputuskan.
"Sejauh ini belum dibicarakan (soal meminta izin ke presiden)," kata Febri.
Baca: Sidang Perdana Praperadilan Wali Kota Melawan KPK Digelar Hari Ini
Diungkapkan Febri, langkah selanjutnya yang akan diambil pihaknya ialah menelusuri apakah Setya Novanto mengetahui perihal surat tersebut dan alasannya.
Ini karena pada panggilan pertama, Setya Novanto tidak hadir dan mengirim surat secara pribadi dengan kop surat DPR RI serta ditandatangani langsung oleh Setya Novanto.
Sementara pada panggilan kedua, surat ketidakhadiran Setya Novanto di kop suratnya tertulis, Sekjen dan Badan keahlian DPR dan ditandatangani oleh Sekjen, bukan oleh Setya Novanto.