Erupsi Gunung Agung
Ini 5 Informasi Hoaks soal Gunung Agung yang Meresahkan Warga
Tidak terkecuali sekarang saat status Gunung Agung Bali meningkat menjadi 'awas' dan berita evakuasi meluas.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap suatu bencana duduk di tren pencarian, medsos pun langsung dijejali oleh foto-foto dan video hoaks.
Tidak terkecuali sekarang saat status Gunung Agung Bali meningkat menjadi 'awas' dan berita evakuasi meluas.
Secara bersamaan pula foto, video serta tautan yang dibumbui kebohongan berusaha merebut perhatian lewat Whatsapp, Youtube, Twitter, dan media sosial lainnya.
Berikut 5 hal yang perlu diluruskan tentang Gunung Agung, menurut Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho:
1. Gunung Agung 'meletus malam ini'
Orang cenderung lebih percaya dengan informasi yang beredar dalam grup percakapan tertutup, misalnya Whatsapp. Terlebih jika mereka menerima pesan dari orang terdekat, seperti grup keluarga atau teman kantor. Ini yang kemudian dimanfaatkan penebar hoaks pada Minggu (24/9).
Mereka mensirkulasikan kebohongan bahwa 'Gunung Agung meletus malam ini'.
''Yang di Surabaya dan sekitarnya bisa siapkan masker, karena abu vukanik akan sampai Surabaya dan merujuk letusan tahun 1963 debu sangat tebal bahkan saat siang hari tidak tampak. Tertutup debu vulkanik,'' begitu bunyi kabar hoaks tersebut.
Kabar tersebut tidak cuma memicu kegaduhan di grup keluarga dan grup pertemanan, tapi sudah merembet ke berbagai lini media sosial.
Akibatnya, malam itu juga Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani mengeluarkan keterangan pers menyebutkan kabar yang beredar 'tidak dapat dipastikan kebenarannya'.
Sedangkan, Sutopo memposting cuitan lewat akun @Sutopo_BNPB, bunyinya: ''Di saat ribuan warga sekitar Gunung Agung mengungsi, masih saja ada orang yang menyebarkan berita menyesatkan dan bohong. Ini Hoax.''
Sedikitnya, ada dua kebohongan dalam informasi tersebut. Pertama, Gunung Agung malam itu tidak meletus. Kedua, spekulasi soal waktu letusan dianggap Kepala PVMBG Kasbani tidak berdasar, mengingat di seluruh dunia sampai saat ini 'tidak ada yang mampu memastikan kapan letusan akan terjadi'.
2. Video yang mendahului peristiwa, berjudul 'Gunung Agung meletus dahsyat beberapa saat lalu'
Di hari yang sama, sebuah video juga beredar di kanal YouTube. Video tersebut menayangkan lelehan lava pijar dan semburan abu vulkanik dahsyat — tapi bukan dari Gunung Agung melainkan dari Gunung Sinabung di Sumatra Utara yang meletus tahun 2015.
Video ini menimbulkan asumsi bahwa Gunung Agung sudah meletus. Akibatnya, warga net mengingatkan orang lain dalam jaringannya dengan peringatan palsu. Akun @BNPB_Indonesia pun angkat bicara meluruskan informasi keliru yang sudah terlanjur beredar. 'Gunung Agung belum erupsi, namun status awas.''
3. Manipulasi foto hujan abu dari Soputan
Selain menyandung warganet dengan video Gunung Sinabung, pembuat hoaks juga mengedarkan foto-foto letusan dan hujan abu. Namun, bukan dari Gunung Agung melainkan dari letusan Gunung Soputan pada 2015.
4. Permainan data pengungsi
Sebuah situs melaporkan bahwa total warga yang mengungsi dari wilayah bahaya Gunung Agung melebihi 15 juta jiwa.
Humas BNPB segera meluruskan, penduduk Provinsi Bali tahun 2017 hanya 4,2 juta jiwa. Adapun total pengungsi yang tercatat oleh BPBD Bali sampai pukul 12 Wita mencapai 75.673 jiwa. Tersebar di 377 titik pengungsian yang berada di 9 kabupaten/kota.
''Diperkirakan data jumlah pengungsi masih bertambah, karena pendataan masih terus dilakukan,'' kata Sutopo.
Adapun, saat ini situs tersebut sudah mengoreksi artikel tadi. Total pengungsi 15 juta jiwa kini berubah menjadi 15 ribu jiwa. Hoaks atau tipografi? Entah, yang jelas sejumlah warga sudah sempat terhasut.
5. Bermain dengan sentimen
Lainnya bermain dengan sentimen dan membuat keriuhan di media sosial. Bunyinya: "Kepada Yth Bapak Presiden RI, saya mau tanya apa bedanya kami dengan pengungsi Rohingya? Mereka bapak kasih bantuan berton-ton, sementara warga asli Indonesia apa?''