Polisi ASEAN Apresiasi Keberhasilan Polri Ungkap Kasus Perdagangan Manusia
“Keberhasilan Polri mendapat apresiasi dari seluruh delegasi dalam ASEANAPOL sekaligus sama-sama belajar,"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberhasilan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap kasus kejahatan kemanusian mendapat perhatian dari kepolisian di negara-negara Asia Tenggara.
Satu di antaranya pengungkapan kejahatan perdagangan manusia di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam konferensi ASEANAPOL ke-37 di Singapura, seluruh delegasi meminta Indonesia memaparkan keberhasilan pengungkapan kasus tersebut.
“Keberhasilan Polri mendapat apresiasi dari seluruh delegasi dalam ASEANAPOL sekaligus sama-sama belajar agar secara bersama berhasil mengungkap salah satu jenis kejahatan transnasional ini,” kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto dalam keterangannya, Kamis (14/09/2017).
Baca: Sebar Ujaran Kebencian di Medsos, Asma Dewi Sudah Diingatkan Kakaknya yang Berstatus Anggota Polri
Berdasarkan data, kasus itu bermula Minggu (31/05/2015) saat dua kapal bermotor pengangkut imigran di Pulau Lanu, Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) terdampar.
Kedua kapal itu ternyata mengangkut imigran sebanyak 65 orang yang terdiri dari 10 orang warga negara Bangladesh, 1 orang warga negara Myanmar, dan 54 warga negara Srilangka.
Para korban itu berangkat dari Tegal, Jawa Tengah, dengan tujuan ke Selandia Baru.
Baca: Bantah Tidak Kooperatif, Bos First Travel Bingung Asetnya Hilang Kemana
Saat memasuki perairan Australia, dicegat petugas perbatasan dan didorong sampai ke perbatasan Indonesia lalu terdampar di Pulau Rote, NTT.
“Pengakuan para korban, mereka diselundupkan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara baru karena di negara asalnya, mereka merasa terancam kehidupannya,” kata Ari Dono.
Polri akhirnya berhasil mengungkap sekaligus menangkap sindikat yang mengorganisir penyelundupan manusia tersebut yang dikendalikan Thines Khumar dan Abrham Louhenapessy alias Kapten Bram.
Pengadilan akhirnya memvonis mereka karena telah melanggar Undang-undang Keimigrasian dengan kurungan masing-masing lima tahunan.
Baca: Bos First Travel Diperiksa Bareskrim Bersama Dua Karyawannya
“Para korban membayar sindikat sebesar US$4000 sampai dengan US$8000. Para pelaku, mendapat keuntungan haram mereka sekira US$325.000 atau setara Rp 4 miliar,” jelas Ari.