Hanya di Indonesia Orang Ribut Soal Garam
JK menyinggung soal banyaknya universitas di Indonesia dan juga beasiswa yang diberikan pemerintah, namun persoalan seperti itu masih muncul
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla mengeritik persoalan garam di Indonesia yang sempat menjadi perbincangan akibat kelangkaannya.
Hanya Indonesia satu-satunya negara yang ribut hanya karena persoalan garam.
"Kita harus fokus pada dasar kebutuhan ekonomi tapi kita ribut hanya karena garam. Tidak ada negara yang ribut hanya karena garam selain di Indonesia. Tidak ada negara yang ribut gula, tidak ada negara yang ribut beras, semua itu hanya di Indonesia," kata JK pada peringatan Hakteknas 2017 di Makassar, Kamis (10/8/2017).
Ia bahkan menyinggung soal banyaknya universitas di Indonesia dan juga beasiswa yang diberikan pemerintah, namun persoalan seperti itu masih muncul.
Baca: Kualitas Garam Yodium dari Brebes Masih di Bawah Standar Nasional Indonesia
"Apa gunanya kita bikin banyak universitas, apa gunanya kita banyak memberikan beasiswa, apa gunanya lembaga-lembaga kalau kebutuhan dasar itu masih diperdebatkan terus-menurus di bangsa yang sudah merdeka 70 tahun," kata JK.
"Pernah kah anda mendengar orang Malaysia, Thailand atau negara lain bertengkar karena garam. Hanya Indonesia yang berselisih soal garam, padahal garam hanya kecil," tambahnya.
JK melanjutkan saat ini negara tengah fokus pada pengembangan kekayaan maritim, oleh karena itu dibutuhkan teknologi untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik, lebih murah dan jauh lebih cepat.
Baca: Naufal Menolak Beasiswa di Jerman
"Tiap tahun penduduk Indonesia bertambah 3 juta orang, bahkan sekarang 3,5 juta orang. Karena penduduk tumbuh 1,4 persen setiap tahun, artinya, kita butuh beras lebih banyak lagi, butuh gula lebih banyak lagi, butuh garam lebih banyak lagi," kata dia.
Namun, lanjut JK, di lain pihak kita kekurangan lahan akibat penduduk yang semakin meningkat, serta lahan makin berkurang akibat rumah lebih banyak, juga butuh pabrik lebih banyak dan jalan lebih banyak.
"Maka solusinya teknologi, ilmu pengetahuan, tidak mungkin dengan hanya memperluas sawah lagi. Karena nanti habis kawasan hutan kita. Apabila habis hutan, habis air kita. Maka ini memang bukan hal sepele," imbuhnya.
"Tanpa ilmu dan semangat kita akan impor terus menerus, tanpa itu kita akan bergantung pada negara lain. Artinya kemajuan teknologi juga kemerdekaan ekonomi," tutup JK.