Pengamat: Sangat Berat Bagi Jokowi Gandeng Gatot Nurmantyo Jadi Cawapres
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai popularitas dan elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup memadai untuk masuk dalam bursa Pilpres.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sangat berat bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggandeng Panglima TNI Gatot Nurmantyo, yang akan pensiun pada Maret 2018 akan mendampingi Joko Widodo dalam Pilpres 2019.
Kenapa demikian?
Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai popularitas dan elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup memadai untuk masuk dalam bursa pencalonan dalam pilpres.
Karena menurutnya, Jokowi membutuhkan figur yang dapat menyumbang suara bagi dirinya pada pemilu 2019 yang akan datang.
"Menggandengn Gatot Nurmantyo sama dengan Jokowi harus bekerja dua kaki lipat untuk mendapatkan dukungan," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Sabtu (22/7/2017).
Baca: Pengamat: Terlalu Dini Wacanakan Gatot Nurmantyo Jadi Cawapres Jokowi
Selain itu Gatot Nurmantyo juga tidak memiliki partai atau bahkan dukungan dari partai.
Artinya, ia menjelaskan, basis Gatot Nurmantyo kesulitan memberi suara dari basis massa. Lalu juga tak mendapat dukungan yang memadai dari partai.
"Padahal dengan President Treshold 20%, Jokowi benar-benar membutuhkan dukungan partai politik," jelasnya.
Bukan hanya itu, Gatot Nurmantyo tidak menjawab kebutuhan pragmatis dan politis Jokowi.
Kebutuhan pragmatisnya adalah mendongkrak suara bagi kemenangan Jokowi.
Khususnya dari basis-basis umat Islam moderat yang merupakan pemilih terbesar pada pilpres 2019 yang akan datang.
"Sedang kebutuhan politisnya adalah mendapat kenderaan dan dukungan partai politik," katanya.
Dengan pertimbangan di atas, ia melihat, Jokowi membutuhkan figur yang memang berakar berurat di tengah masyarakat.