Komisi I DPR RI Dukung Penuh Peta Baru NKRI
Ia juga akan memanggil Menteri Liar Negeri untuk menjelaskan perkembangannya agar kepentingan nasional tetap dapat maksimal diraih.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengapresiasi proses penetapan peta baru NKRI. Sepengetahuan Kharis, hal itu merupakan inisiatif internal serta merupakan kewenangan Indonesia.
“ Dalam peta baru tersebut, terdapat beberapa usulan pemberian nama baru terhadap kawasan Laut China Selatan yang berada dalam wilayah ZEE Indonesia Misalnya sebagian dari Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Artinya, bagian yang diberi nama baru ini adalah wilayah ZEE Indonesia, dan Indonesia memang memiliki kewenangan untuk melakukan hal ini, tapi ini masih dilakukan di pihak internal Indonesia, dan nanti pada gilirannya akan dilakukan di tingkat internasional, melalui mekanisme yang telah ada," jelas Kharis melalui pesan singkat, Rabu (19/7/2017).
Politikus PKS itu akan terus mengawasi prosesnya. Ia juga akan memanggil Menteri Liar Negeri untuk menjelaskan perkembangannya agar kepentingan nasional tetap dapat maksimal diraih.
”Saya melihat bahwa dari sisi dalam negeri, secara teknis kita memang perlu senantiasa memutakhirkan nama dari fitur-fitur rupa bumi Indonesia (sungai, laut, pulau) dan tidak ada masalah yang politis dengan hal ini. Kalau dari sisi pergaulan luar negeri, mungkin bisa juga dibutuhkan diskusi lebih lanjut agar pertimbangan lebih komprehensif," terang Kharis.
Kharis memandang secara teknis Indonesia memang perlu senantiasa memutakhirkan nama dari fitur-fitur rupa bumi Indonesia. Menurut Kharis, hal itu tidak bermasalah secara politis.
Tidak ada masalah yang politis dengan hal ini. Pemutahiran peta kali ini juga dilakukan karena selesainya beberapa batas wilayah Indonesia yang terbaru (Singapura dan Filipina)," tutup Kharis.
Sebelumnya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menetapkan peta baru bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah itu, merupakan hasil dari serangkaian pembahasan sejak Oktober 2016, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kemaritiman dan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait perundingan perbatasan maritim Indonesia.