RUU Pemilu
Ketua MK: Besaran Presidential Threshold Terserah DPR
Arief menegaskan hal yang dilarang konstitusi dalam mencalonkan presiden adalah tanpa jalur politik atau melalui jalur perseorangan.
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menyerahkan sepenuhnya kepada DPR sebagai pembentuk undang-undang untuk mengatur mengenai syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa pencalonan presiden harus dicalonkan partai politik atau gabungan partai politik.
Dengan kata lain, UUD tidak mengatur mengenai ketentuan lain.
"Apakah selanjutnya diformulasikan kayak apa oleh pembentuk undang-undang, terserah pembentuk undang-undang. Konstitusi tidak (mengatur)," kata Arief Hidayat di kantornya, belum lama ini.
Arief menegaskan hal yang dilarang konstitusi dalam mencalonkan presiden adalah tanpa jalur politik atau melalui jalur perseorangan.
Nah, jika partai politik di DPR memutuskan untuk membatasi mengenai kepemilikan jumlah kursi untuk mencalonkan presiden, itu adalah hasil kesepakatan para pembentuk undang-undang.
"Ya kalau mau diatur di sana ya terserah sana (DPR)," kata dia.
Menurut Arief, walau dibatasi mengenai jumlah kursi tersebut, hal tersebut tetap sesusai dengan perintah konstitusi yakni diajukan partai politik atau gabungan partai politik.
"Mau diatur partai yang sudah ikut Pemilu atau belum, terserah sana (DPR)," kata dia.
Sebelumnya, usulan mengenai ambang batas pencalonan presiden masih menjadi perdebatan yang alot pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu di parlemen.
DPR kini terbagi dalam tiga kubu terkait besaran pencalonan presiden yakni 0 persen, 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara sah nasional, dan disamakan dengan parliamentary threshold.