Kamis, 2 Oktober 2025

Hakim MK Ditangkap KPK

Setara Institute: Kasus Patrialis Bukan Kasus Biasa

Kasus korupsi yang menjerat Hakim Konstitusi Patrialis Akbar bukanlah kasus biasa.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar keluar dari gedung KPK memakai baju tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Jumat (27/1/2017). Patrialis Akbar bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan kasus suap gugatan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi yang menjerat Hakim Konstitusi Patrialis Akbar bukanlah kasus biasa.

Pasalnya, Patrilais Akbar adalah hakim di Mahkamah Konsitusi (MK), sebuah lembaga yang kewenangannya luar biasa, yang bisa menggantikan peran DPR dan Presiden dalam menangani sebuah undang-undang.

Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan dampak kerusakan yang ditimbulkan dari kasus yang menjerat Patrialis Akbar itu bisa sangat luar biasa.

Dengan uang suap yang jumlahnya besar, maka seseorang bisa membeli independensi dari hakim di lembaga yang kewenangannya luar biasa itu.

"Suap dengan menukar putusan yang dikehendaki penyuap terhadap hakim konstitusi, memiliki daya rusak yang luar biasa," ujar Hendardi dalam pemaparannya di kantor Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).

Baca: Basuki Mengaku Sering Curhat Soal Peternakan ke Patrialis Akbar

Kasus Patrialis Akbar juga merupakan tamparan keras bagi negara.

Pasalnya politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu bukan hakim MK pertama yang ditangkap. Sebelumnya pada 2013 lalu Ketua MK, Akil Mochtar ditangkap karena kasus suap.

Dengan kasus Patrialias Akbar ini, bisa dikatakan MK gagal berubah.

Terulangnya kasus korupsi di tubuh MK antara lain dikarenakan kewenangan MK yang sangat absolut.

Baca: Hakim Patrialis Diduga Terima Suap Lebih dari Rp 2 Miliar

MK bisa menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan antar lembaga, membubarkan partai, menyelesaikan perselisihan pilkada, hingga memberikan masukan terkait permohonan pemakzulan yang diajukan DPR.

"MK juga bisa mengadili dirinya sendiri, seperti terjadi dalam kasus kewenangan pengawasan Komisi Yudisial terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi," katanya.

Pengawasan terhadap MK perlu ditingkatkan, tidak hanya melalui dewan etik.

Terbukti sebelum ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Patrialis Akbar sudah bolak-balik dilaporkan dan diperiksa oleh Dewan Etik, namun kasus koruspi masih saja terjadi.

"Dalam hal ini fungsi KY bisa kembali diperkuat. Ingat yang diawasi itu perilaku hakim, bukan independensi hakim konstitusi dalam mengambil keputusan," terangnya.

Sistem seleksi hakim juga bisa diduga sebagai salah satu penyebab lembaga MK belum bersih dari praktik korupsi.

Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan Patrialis Akbar adalah hakim MK yang ditunjuk langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, tanpa melalui proses seleksi.

"Pak Patrialis memang pernah ikut seleksi, pertama tidak lolos yang kedua mengundurkan diri. Lalu oleh pak SBY dia seperti ditunjuk langsung," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved