Tidak Semua Pesisir Pantai Indonesia Cocok Produksi Garam
Menurutnya, cuaca juga menjadi salah satu faktor yang mendukung menurunnya produksi garam nasional.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Produksi garam lokal di tahun 2016 tidak memenuhi target nasional. Hal ini dikarenakan petani garam masih memakai sistem tradisional dan bukan teknologi tinggi.
Gurubesar Teknik Kimia dari Universitas Indonesia, Prof. Misri Gozan menilai sistem tradisional juga sulit mencapai kualitas yang baik. Bahkan produksi akan terhalang oleh faktor cuaca.
"Misalnya lahan sudah siap tiba-tiba hujan deras lebih dari beberapa jam, maka lahan harus dimulai dari awal lagi persiapannya," kata Misri lewat pesan singkat kepada wartawan, Minggu (8/1/2017).
Menurutnya, cuaca juga menjadi salah satu faktor yang mendukung menurunnya produksi garam nasional. Apalagi curah hujan di Indonesia tidak rerprediksi dengan baik.
"Tahun 2010 dan 2016 ini curah hujan sangat tinggi. Bahkan pada 2010 hampir tidak ada produksi karena nyaris tidak ada musim kering lebih dari empat pekan. Dimana minimal produksi garam empat pekan harus tanpa hujan. Jadi cuaca urgen sekali," katanya.
Misri menjelaskan, walaupun Indonesia dikenal memiliki garis pantai terpanjang, namun tidak semua lokasi pantai bisa digunakan untuk lahan produksi garam.
Ada beberapa syarat mutlak seperti, gelombang tidak terlalu tinggi serta kadar lumpur yang tidak terlalu tinggi.
"jika kadar lumpur tinggi, akan menyebabkan garam sangat buruk kualitasnya," katanya.
Awal tahun 2017, pemerintah akan mengimpor garam sekitar 220.000 ton untuk memenuhi kebutuhan selama Januari sampai Maret 2017. Importasi garam ini dilakukan karena pemerintah menganggap tahun 2016 merupakan tahun gagal panen garam sehingga produksinya tidak dapat memenuhi kebutuhan garam per tahun.
Sepanjang tahun 2016, total produksi garam nasional hanya sekitar 137.600 ton, dengan komposisi 112.000 ton garam rakyat dan 25.600 ton sisanya merupakan hasil produksi PT Garam.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Setyamurti Poerwadi mengaku, anjloknya produksi karena pengaruh tingginya curah hujan.