ICW: Majelis Hakim Tipikor Belum Sevisi Terkait Perampasan Aset dan Pencabutan Hak Politik
Adnan Topan mencontohkan mengenai vonis bekas Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perampasan aset dan pencabutan hak politik terhadap terpidana korupsi menjadi sebuah persoalan tersendiri dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama disebut belum memiliki pengetahuan cukup sehingga banyak tuntutan perampasan aset dan pencabutan hak politik tidak dikabulkan.
"Sampai saat ini kita masih mengandalkan Mahkamah Agung sebagai tempat dimana KPK bisa lebih mendapatkan kesempatan untuk melihat proses hukum itu lebih fair terhadap tuntutan," kata koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo di Menteng, Jakarta, Sabtu (7/1/2016).
Adnan Topan mencontohkan mengenai vonis bekas Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Majelis pengadilan tindak pidana korupsi tidak mengabulkan perampasan aset Sanusi yang bernilai ratusan miliar dan tidak mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK untuk mencabut hak politik Sanusi.
"Mungkin selama ini mereka (hakim) hanya dikenalkan pasal-pasal tipikor tapi kita tahu Undang-Undang Tipikor berhubungn dengan Undang-Undang Perampasan aset, Undang-Undang Pencucian Uang yang mungkin dulu belum dikenalkan kepada para hakim yang sekarang menjadi hakim pengadilan tipikor," ungkap Adnan Topan.
Adnan Topan berharap ada standardisasi pendekatan hakim tipokor dalam memvonis agar tidak ada perbedaan putusan antara satu kasua dengan kasus lainnya.
Dengan demikian, KPK atau penegak hukum lainnya tidak perlu mengajukan banding atau kasasi terkait tuntutan perampasan aset dan pencabutan hak politik.