2 Tahun Jokowi dan JK
Pencalonan di Pilkada Serentak Masih Bermasalah
Genap dua tahun pemerintahan Jokowi-JK memimpin Indonesia, hari ini, Kamis 20 Oktober 2016.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Genap dua tahun pemerintahan Jokowi-JK memimpin Indonesia, hari ini, Kamis 20 Oktober 2016.
Sejumlah permasalahan masih tersisa dan belum menemui solusi yang diharapkan.
Satu di antaranya adalah persoalan di Pilkada Serentak 2015 khususnya masalah pencalonan menjadi hal yang cukup krusial selama pemerintahan Jokowi-JK.
Bukan tanpa sebab, hasil dari pencalonan di pilkada serentak justru menuai kekecewaan dengan keterlibatan kepala daerah terpilih menggunakan narkotika atau menjadi tersangka korupsi di KPK.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini yang menilai bahwa keterkaitan antara pencalonan yang bermasalah, akan menghasilkan kepala daerah yang juga bermasalah.
"Ini menjadi masalah utama, yaitu hasil atau produk dari pilkada serentak 2015 lalu yang ternyata justru tidak seperti yang diharapkan oleh masyarakat," jelas Titi saat dihubungi, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Tahapan pencalonan dirasa kacau, melihat dari pilkada serentak 2015 lalu yang diantaranya terdapat daerah yang memiliki calon tunggal dan sengketa partai yang tidak kunjung selesai bahkan hingga hari ini.
Terlebih, beberapa daerah memilih calon yang sedari awal bermasalah dengan hukum yaitu mantan terpidana korupsi dan sedang menjalani hukuman.
Tidak berhenti sampai situ, Titi menjelaskan pada Pilkada Serentak 2017 mendatang diperparah dengan hadirnya terpidana percobaan yang telah disahkan melalui rapat dengar pendapat antara penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR.
"Iya, apalagi ada terpidana percobaan yang saat ini masuk dan kami bersama beberapa LSM lain harus menggugat PKPU itu ke Mahkamah Agung," lanjut Titi.
Hal senada juga diakui oleh Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah yang mengungkapkan proses pencalonan di Pilkada Serentak menimbulkan serangkaian dinamika yang berkepanjangan.
Untuk itu, KPU sebagai penyelenggara pemilihan harus mengatur lebih rinci terkait pencalonan karena sebagian besar permasalahan yang timbul di dalam proses pencalonan tidak tertera pada undang-undang.
"Karena masih banyak yang belum diatur, maka sesuai dengan instruksi undang-undang, kami yang berikan aturan dan tidak boleh mengubah norma dari undang-undang, meski dinamikanya tidak jarang mengharuskan untuk membuat norma baru," kata Ferry.
Tidak bisa dipungkiri, saat Pilkada Serentak 2015 terjadinya daerah yang hanya memiliki calon tunggal, merupakan hal yang di luar perkiraan seluruh pihak dan KPU harus tetap mengatur hal tersebut.
Titi Anggraini meminta kepada seluruh partai politik untuk membenahi pola rekrutmen dan kaderisasi internal partai, mengingat kebanyakan dari kepala daerah saat ini merupakan hasil dari kaderisasi partai politik.