Google Tidak Bayar Pajak, Masyarakat Indonesia Diminta Bergerak Melakukan Hal Ini
Menurutnya, banyak masyarakat yang masih awam memahami cara kerja google sebagai mesin pencari.
Tribunnews.com/Yurike Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Google Indonesia yang beroperasi sebagai kantor perwakilan, bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, tak membayar pajak untuk transaksi yang dilakukan di tanah air.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria dalam diskusi dengan tema 'Kewajiban Pajak dan Filter Konten Bagi Raksasa Digital, Serta Literasi Digital Untuk Kepentingan Nasional Indonesia' di Kantor Pusat, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jalan Kembang Raya No 6, Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2016).
"Indonesia menjadi lahan terbesar Google untuk mencari keuntungan, terutama dari iklan. Namun, sayang google tidak mau membayar pajak," ujar Hariqo.
Menurutnya, Google bukanlah media sosial murni tapi juga bagian dari bisnis.
"Saat ini memang terjadi persaingan usaha yang tidak sehat terutama di media sosial yang mengunakan mesin pencari melalui Google. Data pengguna dan apa yang dilakukan pengguna direkam langsung oleh mereka," jelasnya.
Menurutnya, banyak masyarakat yang masih awam memahami cara kerja google sebagai mesin pencari.
"Ini yang kemudian dijadikan alat tawar dengan pemasang iklan. Jika iklan di televisi, radio, koran, media online ada yang mengawasi, iklan-iklan digital ini tidak," terangnya.
Berbicara literasi digital, Kaprodi Komunikasi Massa di Akademi Televisi Indonesia Agus Sudibyo, mengatakan di era teknologi informasi ini google sebagai raksasa digital punya kemampuan cukup tinggi untuk menguasai data yang bersifat rahasia.
Ia meminta penyedia layanan over the top melakukan filter konten, agar tidak ada muatan yang bertentangan dengan Pancasila, UU 1945, atau muatan lain yang mengancam kerusuhan di Indonesia, dan mengancam keutuhan NKRI.
Pasalnya, konten itu akan menambah merugikan Indonesia.
"Ini bisa jadi merugikan bagi kita sendiri karena saat Google tidak mau membayar pajak kepada negara. Justru konten negatif tentang Indonesia bisa dikonsumsi oleh mereka untuk kepentingan lain," ujar Mantan Anggota Dewan Pers ini.(*)